Umi Farida Blog
Selamat datang di blog ku
Jumat, 07 November 2014
Cerpen : Mimpi Sebelum Kematian Menjemput
Saat ini aku berdiri pada pinggir sebuah gedung tinggi bertingkat enam, tempat yang cukup tinggi untuk mengakhiri hidupku yang hancur. Bagaimana tidak orang yang kusayangi tiba-tiba saja akan menikah dengan orang lain besok. Hatiku sangat hancur mendengar kabar seperti itu dan aku putuskan untuk mengakhiri hidup ini, untuk meninggalkan rasa sakit hati ini.
Aku melihat ke bawah, orang-orang berteriak memanggilku agar aku turun, beberapa orang lagi mencoba membujukku agar aku mengurungkan niat untuk melompat. Tapi aku sudah tidak peduli lagi, aku pejamkan mataku merasakan hembusan angin kencang, sengatan matahari yang panas, dan teriakan orang-orang yang tak merasakan apa yang kurasakan. Dan saat aku hendak melangkahkan kakiku tiba-tiba terdengar seseorang bicara.
“Aaaahhhh…, lagi-lagi mengambil nyawa yang tak berharga seperti ini,”
Mataku langsung terbuka mendengar suara tersebut, aku lihat sekeliling. Ku dapati seorang pria berpakaian jas hitam seperti dalam film matrix sedang duduk santai di ujung gedung sambil melihat sebuah buku catatan.
“Siapa kau ? dan sedang apa kau di sini ?,” tanyaku
Pria itu menoleh, lalu menjawab “Aku yang akan mengambil nyawamu yang sudah tak berharga,”
Tubuhku bergetar hebat, keringat dingin mengucur dari sekujur tubuhku, bulu kudukku berdiri, baru kali ini aku melihat orang dengan tatapan yang sangat tajam dan berbicara seperti itu.
“Kenapa kau diam ?, ayo melompat, supaya tugasku cepat selesai dan aku tak perlu berlama-lama di dunia yang fana ini,” pria tersebut kembali berkata.
Perkataan pria tersebut membuatku sangat terkejut saat mendengarnya.
“Tugasnya, mengambil nyawaku,” gumamku dalam hati.
“Ya, kenapa ? kau takut ?,” tanya pria tersebut seolah dapat mengetahui apa yang hatiku katakan.
Aku tidak menjawab pertanyaannya, mulutku sulit berkata, yang ada hanya ketakutan menyelimuti tubuhku saat pria itu dengan santainya berjalan di ujung gedung mendekatiku. Rasanya aku menjauhi orang itu tapi kakiku tidak bisa bergerak seperti ada sebuah perekat yang menepel kuat di telapak kakiku.
“Aaahhh… manusia ini sudah ketakutan setengah mati, baru melihatku dalam wujud seperti ini, apalagi dalam wujud aku yang sebenarnya, ck..ck..ck…ck…ck…,” pria itu berdecak sambil bertolak pinggang dengan sorot mata tetap menatap tajam ke arahku.
“Baiklah karena kau belum melompat, aku akan menunjukan sesuatu kepadamu,” pria itu berkata kembali sambil terus mendekatiku yang ketakutan.
Kemudian pria tersebut menyentuh bahu kiriku dengan tangan kirinya, dan keluarlah sebuah buku tebal yang cukup besar.
“Aw..aw..aw… berat sekali buku catatan ini, coba ku lihat,” ucap pria tersebut sambil membuka lembaran buku tersebut.
Aku sendiri hanya diam, bagaimana mungkin buku sebesar itu ada di bahuku, aku memperhatikan wajahnya mengerenyikan kening setiap kali membuka lembaran buku tersebut.
“Ck…ck…ck…ck…ck..,” ucap pria tersebut berdecak sambil menutup buku tebal yang di pegangnya.
Pria tersebut kembali memegang bahu kananku dengan tangan kanannya dan keluarlah sebuah buku yang tipis yang ukurannya hanya sebesar buku tulis anak sekolahan. Kembali dia membuka tersebut lembar demi lembar.
“Kau tahu buku-buku apa yang kupegang ini ?,” Pria tersebut bertanya kepadaku.
Aku hanya menggelengkan kepalaku, menandakan tidak tahu.
“Ini adalah buku catatan kehidupan. Yang tebal ini adalah buku catatan keburukanmu, dan yang tipis ini adalah buku catatan kebaikanmu, sungguh tidak seimbang dan buruk sekali melihat buku keburukanmu setebal ini,” ucap pria tersebut menjelaskan.
Aku berfikir, apabila benar itu adalah buku yang mencatat segala kegiatanku selama aku hidup, sungguh banyak benar keburukan yang aku lakukan di bandingkan dengan kebaikan yang aku lakukan. Tanpa kusadari tiba-tiba saja air mataku menetes, aku bertanya kenapa aku tiba-tiba menangis.
“Matamu bersedih karena dia hanya kau gunakan untuk keburukan, lihatlah seluruh tubuhmu mereka semua menangis karena perbuatanmu. Kau tahu, ragamu ini hanya sebuah titipan, dan kau akan menghancurkannya hanya karena keegoisanmu sendiri,” ucap pria tersebut.
“Apa kau tahu apa yang aku rasakan ?,” tiba-tiba saja aku bertanya seperti itu.
“Aku tak mengerti perasaan manusia, tapi aku melihat, memperhatikan, menyaksikan semua yang kau alami,” jawab pria tersebut.
“Sekarang aku bertanya kepadamu, apa dengan meninggalkan dunia ini kau akan hidup bahagia ?, dan masalahmu akan hilang ?,” sambung pria tersebut.
“Mungkin,” jawabku singkat.
“HAHAHAHAHAH….” Pria tersebut tiba-tiba tertawa membuatku menjadi bingung.
“Kau sendiri ragu dengan jawabanmu, dan aku pastikan tidak, karena setelah kau mati, kau akan bangkit kembali untuk mempertanggung jawabkan semua isi dari buku-buku ini,” ucap pria tersebut.
Aku hanya diam.
“Lihatlah sekelilingmu banyak orang berjuang untuk hidup, tapi kau malah menyia-nyiakannya, kau membuang sisa kehidupanmu, dan kau tahu buku tebal ini akan membakarmu,” ucap pria tersebut sambil membakar tempat sekelilingku membuat aku semakin takut dengannya.
“Aku tidak ingin menakutimu, dan mendatangimu dengan wujudku yang menyeramkan, lebih baik kau pikirkan kembali tindakanmu,” ucap pria tersebut sambil menghilangkan api yang tadi membakar sekelilingku.
Aku hanya diam terpaku, mendengar apa yang baru saja di ucapkan oleh pria tersebut.
“Waktuku sudah habis, aku harus segera kembali, (sambil melihat jam tangannya).. aku hanya beritahu satu hal, jangan kau memutus tali takdir yang sudah tercipta karena kau akan menyesal setelahnya, lebih baik kau menipiskan buku keburukanmu dan menebalkan buku kebaikanmu,” ucap pria tersebut sambil tersenyum ramah dan kemudian berlahan-lahan menghilang dari hadapanku.
Semua menjadi gelap, perlahan-lahan semua menjadi terang dan semua kembali terlihat seperti biasa, aku mendengar kembali teriakan orang-orang yang sempat menghilang. Aku melihat sekeliling tak kutemukan pria tersebut, aku menoleh kebelakang. Kulihat ibuku sedang menangis melihatku, aku tersenyum lalu turun menjauhi ujung gedung dan mendekati ibuku yang menangis. Banyak yang harus kulakukan untuk menipiskan buku tebal keburukanku.
Tamat..
Sumber : http://www.kemudian.com/node/254938
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar