Malam indah dengan pesona malam yang dihiasi bintang-bintang yang berpedar indah di langit malam yang senang beteman dengan bintang. Di atas langit sana, di sana aku yakin ada yang melihatku disini dibawah langit dikaki bumi yang kupijak dengan milyaran oksigen yang kuhirup sepanjang hari, dengan lukisan cantik alam dan segala isi kehidupannya yang hidup, yang benar-benar hidup.
Akkhh…seperti hatiku saat ini, hidup bahkan lebih hidup dari biasanya, berdegup lebih kencang dari biasanya, bergetar lebih hebat dari biasanya, dengan raut wajah tersenyum manis dan lebih manis dari biasanya. Ini memang benar-benar luar biasa sangat luar biasa, dan luar biasa yang sudah jauh dari tumpuaannya. Akkh…entahlah malam ini aku senang duduk disampingnya, memandang lautan lepas yang bergelombang tak pernah berhenti berkejar-kejaran bercanda tertawa riang dengan bebasnya, dan Dia duduk dekat sangat dekat sekali denganku, jantungku semakin bergemuruh kencang, badanku terasa kaku dan begetar hebat. Kutatap matanya, indah mata coklat yang selalu meneduhkan hatiku, dan dalam pekat gelap malam ini matanya lebih bersinar dari biasanya. Yah..ini memang benar-benar luar biasa, luar biasa yang sudah terlampau jauh keluar dari tumpuaannya.
Dia mengambil sebatang rokok dari saku bajunya, lalu menyalakanya. Dadaku semakin berdegup kencang ketika kulihat ia menghisap rokok dalam-dalam dan mengeluarkannya. Dia terlihat begitu macho, seorang lelaki sejati, dan aku merasa menjadi seorang wanita yang akan memilikinya.
“Pantai ini selalu indah dimataku sepanjang malam Ren, karena pantai ini selalu mengingatkanku padanya, bagaimana dengan mu Ren? Hubunganmu dengan Riska baik-baik saja kan?” Tanyanya seraya melemparkan senyumnya kearahku.
“Riska, risk, a,aku ya aku dan Riska baik-baik saja. Ia seorang wanita yang menyenangkan. Jawabku dengan gugup, setengah sadar aku teringat akan Riska wanita dengan sejuta pesona keangunannya dan kelembutannya membuat kaum Adam tak pernah berhenti memujanya dan berusaha mengejar cintanya, dan aku seseorang yang beruntung mendapatkan cintanya, tapi malam ini. perasaan ini.
“Kamu beruntung sekali bisa mendapatkan Riska ia seorang wanita yang sangat menawan” Ucap Dia, lalu menghisap rokoknya dalam-dalam.
Aku tertunduk diam dan kaku, menatap hamparan lautan yang indah didepan mataku seindah perasaan ini. Sebenarnya malam ini aku enggan sekali membicarakan Riska, gadis menawan itu yang sangat kucintai. Tapi malam ini aku ingin berbicara tentang hati kita, tentang hatiku dan dia.
“Iya Fan, Riska memang sangat menawan dan baik hati” Jawabku sekenanya.
Dia Affan namanya menghirup lagi dalam-dalam asap rokoknya lalu menghembuskannya dengan bebas.
“Kadang aku berpikir andai aku bisa memiliki wanita secantik dan sebaik wanitamu Ren”
“Tapi aku berpikiran lain Fan” tukasku padanya.
“Apa yang kamu pikirkan Ren”? Affan menanggapi ucapanku dengan raut wajah penasaran.
“Andai aku seorang wanita aku ingin memiliki laki-laki sebaik dan setampan kamu fan” kalimat itu terucap begitu saja dari bibirku dengan hati yang berdegup sangat kencang.
Affan tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku, sampai ia terbatuk-batuk karena asap rokok yang ia hisap ia hembuskan dengan tawa yang meledak seketika.
“Kok kamu tertawa fan? Ada yang lucu dengan ucapanku?” tanyaku dengan hati yang masih berdegup kencang. Affan masih tertawa menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kamu ini aneh sekali Ren, seandainya kau pun jadi wanita aku gak mau jadi pacarmu” guraunya. Deg. hatiku semakin tak karuan. Ini benar-benar hati yang jauh keluar dari tumpuannya.
“Lho kenapa gak mau Fan, kalau aku jadi wanita pasti kecantikanku mengalahkan riska” Jawabku lagi dengan sedikit guraun
“Tapi tetap saja aku gak mau menjadikanmu kekasihku”
”Kalau begitu cintai aku sebagai lelakimu” ucapku lagi semakin berani mengikuti alur perasaanku yang bertentangan.
“Kalau begitu aku homo dong, menyukai sesama jenis. Dan jenisnya kamu lagi oh enggak-enggak” Jawab Affan masih dengan tawanya yang terbahak-bahak. Aku jadi ikut tertawa, padahal hatiku masih berdesir kencang dan tak karuan.
Seandainya kamu tahu Fan, aku selalu memujamu sebagai lelakiku, dan semenjak kita menjalin persahabatan itu aku merasa kamu mengenalkanku pada dua sisi yang berbeda, perasaan yang keluar dari hakekatnya, perasaan yang dibenci semua orang, dan perasaan yang akan sangat menyakiti hati Riska.
“Ren pulang yuk, ini sudah larut malam. Besok pagi aku ada janji dengan Mely seorang gadis yang kukenal lewat facebook, ia memintaku menemaninya ke Pantai anyar bersama beberapa kawannya untuk melakukan penenlitian” Ucap Affan tiba-tiba memecah hening nya hatiku yang sedang berdesir kencang.
“Mely?’ Tanyaku dengan hati yang mulai memanas mendengar nama tersebut.
“Iya Mely Ia seorang gadis Cantik dan berjilbab, aku suka dengan wanita yang menggunakan Jilbab” Ujarnya dengan senyum khas, sepertinya wajah Mely gadis yang akan menggeser posisiku itu begitu pikirku sedang menari-menari di pelupuk matanya.
‘Hati-hati dengan pertemanan di facebook Fan, jangan-jangan itu bukan foto aslinya Mely” aku berusaha menghalangi rencana pertemuan mereka.
“lantas foto siapa dong Rend? Foto Penjahat yang akan menculikku? Ya Ampun Rendi mana ada cowok yang mau nyulik cowo lagi kayak aku ini, kamu jangan paranoid gitu ah?” jawab Affan kembali dengan tawanya yang renyah.
“ya emang gak ada sih, tapi mungkin aja seorang tante-tante kesepian yang ingin memanfaatkan ketampananmu Fan?” Affan menarik nafas panjang sambil beranjak dari tempat duduknya.
“Udah ah, kamu ini makin lama makin aneh Ren, ayo kita pulang” Aku memeluk erat-erat Affan disepanjang jalan di atas motor Vixon merah, seolah tak ingin melepaskan pelukan itu. Sementara Affan terlihat biasa, ia tak menyadari bahwa pelukanku bukanlah pelukan yang biasa tapi pelukan yang luar biasa, pelukan yang keluar dari tumpuannya, keluar dari hakekatnya.
Malam aku gelisah dibuatnya, sudah ku coba tutup mata ini rapat-rapat tapi tak jua bisa. Sementara dinding-dinding kamar sudah bosan melihatku mebalik-bailikkan badan dan menatap dua foto ditanganku. Foto seorang gadis manis dengan senyumannya yang dihiasi lesung pipit dan dua bola mata indahnya yang menyerupai bentuk kacang almod, membuatku tergila-gila padanya. Dan foto di tangan kanannku seorang laki-laki dengan wajah tirus dan mata coklat bulat serta bibir tipis yang tak kalah menawan dengan Riska membuatku mengenal dua sisi hidup yang berbeda. Malam semakin larut, hening pun tercipta hanya derit bunyi langkah-langkah penguasa malam terdengar syahdu seolah menjadi peghantar nyanyian malam agar aku terlelap dalam mimpi dan berharap esok hari aku terbangun dari perasaanku yang menggila.
Esok hari, kembali kulingkarkan tangannku pada pinggang Affan tapi tak seerat malam tadi. Aku khawatir orang-orang melihat gelagatku terutama Riska, aku harus menjaga perasaannya sebaik mungkin serapih mungkin. Affan memarkirkan motornya percis disamping tiga orang gadis yang berjilbab.
“Hai Mel, udah lama ya nunggunya?” tanya Affan sambil mengulurkan tangannya.
Mely menyilangkan tangannya di dadanya. Affan tersipu ia kembali menarik tangganya. Sementara aku hanya tersenyum pada Mely dan kedua temannya. Sekilas kulihat sebagai seorang lelaki yang juga mencintai perempuan Mely memang terlihat cantik dan anggun. Bahkan lebih anggun dari Riska, mungkin itu karena pengaruh jilbabnya yang lebar dengan angkuh menyembunyikan lekukan dadanya. seolah tak pernah rela jika laki-laki yang bukan muhrim menikmatinya. Aku tahu wanita seperti apa Mely ini, ia pasti seseorang yang amat taat pada agama. Aku sendiri tidak begitu faham pada agama, orang tua ku terlalu sibuk pada pekerjaannya mereka selalu memberikan aku kebebasan yang tiada terkira, hingga sampai pada saat ini usiaku sudah menginjak 23 tahun dan sebagai seorang mahasiswa ekonomi semeseter 7 di salah satu Universitas Swasta di Jakarta, aku tidak banyak tahu soal agama. yang kutahu hanya ada sesuatu yang menyimpang, ada sesuuatu yang tak normal pada diriku, dan aku menyadari benar hal itu.
“Ini Rendi temannku” Affan mengenalkan namaku pada ketiga wanita berjilbab itu.
Mereka bertiga tersenyum manis. Lalu kita berjalan-jalan menyusuri pantai, dan disepanjang perjalanan Affan tak berhenti menjelaskan pada Mely tentang kehidupan disekitar pantai Anyar. Begitu memang profesi Affan, sebagai guide membantu para tamu-tamu yang mendatangi kota Banten dan menceritakan semua kebudayaan Banten. Mely sendiri berasal dari Surabaya, begitu informasi yang kudapatkan dari Affan.
***
Siang semakin nampak, terik matahari semakin panas memanggang kulit-kulit para pengunjujng pantai hingga terbakar dan meninggalkan noda hitam legam. Kulitku sendiri yang putih menjadi merah dan berkeringat. aku duduk dibawah pohon kelapa tepat di akarnya yang mencuat keluar. Angin sepoi-sepoi terlihat mengibas kerudung putih Mely yang sedang berbincang-bincang ditepi pantai bersama dengan kedua temannya.
Affan tiba-tiba saja duduk disampingku.
”Ren.,lihat wanita-wanita itu mereka sangat mempesona bukan?” Ucap Affan dengan tatapan matanya yang mengawasi gerak gerik ketiga wanita berjilbab itu.
“Ah..biasa aja fan” jawabku sekenanya.
“Mereka itu luar biasa Fan, dan aku rasa aku jatuh hati pada Mely. Ingin rasanya memiliki istri seperti Mely” Ujar Affan, tatapannya masih tertuju pada Mely dan teman-temannya. Mendengar pernyataan itu hatiku berdesir kencang, ada sesuatu yang menjalar di hatiku, panas dan menelusup masuk kedalam hati yang paling dalam. Perasaan ini, benar-benar rasa yang tidak normal.
“Affan...” Lirihku pelan.
“Apa?”
Dengan sedikit keyakinan dan resiko yang akan kuterima kucoba ungkap rasa di hati ini.
“aku ingin bertanya padamu fan?”
“ya pa itu?” tanya Affan penasaran.
“Apa pendapatmu mengenai laki-laki yang mencintai dua hati yang berbeda, yaitu hati seorang perempuan dan hati seorang laki-laki”
Affan terkesiap kaget, “Bisex maksudmu Ren? Kenapa kau tanyakan hal itu?”
Aku menghela nafas dalam-dalam, lalu dengan sedikit keraguan ku berusaha berkata
“Karena aku Bisex Fan, karena aku mengidap kelainan itu, karena aku mencintai dua orang jenis yang berbeda, yaitu kamu dan Riska” Affan terkejut mendengarnya, mulutnya menggangga lebar, matanya melotot dan kepalanya menggeleng-geleng seolah tak percaya dengan apa yang dikatakan olehku.
“Astagfirullah, kamu jangan bercanda Ren katakan padaku kalau apa yang kamu katakan itu hanya gurauan” Affan menatap wajahku dalam-dalam hingga tertunduk dalam risau.
“Tapi ini bukan gurauan Fan, sungguh aku jatuh cinta padamu Fan” Ucapku lagi.
“Berhenti, berhenti katakan hal itu Rendi. Kamu sahabatku, tak pantas kamu ucapkan hal itu” Affan geram dengan pernyataanku bahkan wajahnya merah menahan emosi.
“Tapi fan aku serius, aku juga tak mengerti dengan perasaan ini. Semenjak aku mengenalmu dua tahun yang silam, aku merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan perasaan ini aku mulai mengagumi dan selalu merasa cemburu jika kamu berduan dengan seorang wanita . Aku sayang kamu Fan, aku sayang kamu”
Setelah semua kata terucap dari bibirku tak sedikitpun ku ingin menatap matanya, karena rasa malu juga karena perasaan yang hingga kini tak kumengerti.
“Astagfirullah rendi, setan apa yang telah merasuki jiwamu. Seseorang yang mencintai sesama jenisnya atau bisex tidak dibenarkan dalam Agama dan Allah sangat membenci hambanya yang berprilau demikian” Jelasnya semakin geram.
Aku tertunduk semakin dalam.
“Ya Allah aku benar-benar sangat takut akan Azab Allah jika aku mengikuti perasaanmu yang tidak normal itu, kamu tahu azab apa yang pantas untuk seorang Bisex yaitu neraka jahanam yang menyala-nyala, tidak kah kamu takut dengan hal itu” Lanjutnya dengan emosi yang meluap-luap atau mungkin juga muak melihat wajahku.
“Tapi Fan, aku.....”
“Sudahlah Ren kamu jangan terbawa oleh nafsu mu sendiri, tak cukupkah bagimu memiliki wanita sebaik Riska?” tukas Affan semakin jelas.
“Ta..tapi aku.....”
“Rendi, aku tidak mau mengenal kamu lagi jika kamu belum juga merubah perasaanmu yang seperti itu. Aku ini laki-laki normal dan kamu juga harus kembali normal seperti dulu, temui aku lagi jika kamu sudah mau mengakui perasaanmu sebagai laki-laki dan hanya jatuh cinta pada perempuan” ucapnya menegaskanku.
Aku diam semakin diam, tak bisa berbicara banyak dan tak berani menatap mata indahnya. Berjuta perasaan kini berkecamuk dalam hatiku, dan aku semakin risau. Affan berdiri dari duduknya, tak menoleh juga tak menatapku. Bibirnya terkatup rapat, wajahnya memerah menahan emosi dan perasaan jijik padaku. Akhh....kenapa semua ini harus kuungkapkan. kubiarakn Affan berjalan menjauh dari ku, tak kukejar untuk meminta ia kembali mendengarkan semua kata-kataku, seperti drama di sinetron-sinetron. Tidak ini bukan sinetron, ini sebuah kenyataan pahit yang harus kuterima. Kelainan ini benar-benar menyiksaku sekarang.
Affan terlihat berbincang sebentar dengan Melly dan kedua temannya, lalu ia berlalu dan mengendarai motor vixon merahnya tanpa pamit padaku. Air mata tiba-tiba saja meleleh dari pipiku, untuk pertama kalinya aku menangis karena Affan.
***
Waktu begitu cepat berlalu, usiaku kini sudah menginjak 28 tahun. Wajahku pun sudah bukan lagi wajah imut-imut polos dan tidak tahu apa-apa, tapi wajah seorang laki-laki dewasa yang matang. Aku duduk manis ditemani seorang wanita cantik berkerudung putih lebar disebuah karang besar yang menyisi di tepi pantai anyer. Pesona malam di pantai ini tak pernah hilang dari ingatanku selama 5 tahun berlalu. Malam itu sama dengan malam ini, dimana kupandangi wajah manis dengan mata coklat yang meneduhkan namun sangat terlarang, dan semua itu tergantikan oleh mata bening wanita ini, wanita berjilbab yang merubah hidupku kembali menjadi lebih indah dan berwarna. Kutatap bintang di atas langit sana, disana aku yakin ada yang melihatku disini dibawah kaki langit dengan sejuta karunia yang kuterima tiada henti.
“Mas, kapan kita pulang? Sekarang udah jam 10 malam” ucap lembut terdegar syahdu di telingaku. Akhh.....istri. ya kini aku sudah beristri seorang wanita cantik dan mempesona bahkan lebih mempesona dari Riska.
”Ya bentar ya sayang, mas masih ingin disini sebelum kita pindah ke Makassar”
“tapi bukan untuk kembali mengingat Affan kan mas”
Affan, aku tersentak kanget mendengar namanya kembali kenangan lima tahun silam merajai pikiranku. Ada rindu mengalir menyeruak hatiku, tapi bukan rindu cinta terlarang, ini benar-benar rindu. Rindu, rinduku pada sahabatku.
“Affan, aku ingin bertemu dia “ ucapku lirih. Istriku tersenyum manis.
“Tadi aku sudah mencari informasi tentang Affan, dan aku berhasil menghubinginya, ehmm Affan dan istrinya akan menemui kita di sini” ucap istriku lembut.
Aku tersentak kaget, “Sungguh”
“Iya mas, bentar lagi Affan datang”
Tiba-tiba saja kudengar salam dari belakang punggungku.
“Affan..”
Laki-laki berperawakan tinggi hadir di hadapanku.. ia Affan terlihat lebih dewasa sekarang dengan garis-garis wajahnya yang lebih tegas. Hanya mata coklatnya yang tak pernah berubah. Disampingnya seorang wanita cantik berjilbab ungu, ia wanita itu ya ampun aku tak percaya…
“Riska..”
Riska dan Affan tersenyum manis padaku. “Apa kabar Ren.?” Tanyanya.
“alhamdulilah baik Fan.. kamu dan Riska…?” peratanyaanku menggantung di udara
“Iya aku dan Riska sudah menikah, setelah kamu memutuskan hubunganmu dan Riska, kami bersepakat untuk saling mengenal dan akhirnya kita memutuskan menikah” paparnya denga jelas.
“Kamu dan Melly?” tanyanya kembali.
Aku tersenyum pada istriku..
“Ia Fan Melly mengajarkan aku banyak hal, Melly juga mengajarkan aku mengenal Tuhan dan bagaimana sejatinya seorang laki-laki yang hanya boleh jatuh cinta pada wanita, aku sadar dan aku jatuh cinta pada Melly. Terima kasih karena kamulah sebenarnya yang memberi aku jalan untuk mengenal Melly” jelasku pada Affan.
“Berterimakasihlah Pada Allah, karena Allah telah memberikan hidayah padamu” jawab Affan. Dan disini di malam ini di bawah kaki langit aku yakin semua penghuni jagat raya melihatku tersenyum bahagia.
+*+*+*
Saketi, Februari 2012
Sumber : http://nexsisalbisri.blogspot.com/2012/05/cerpen-cerita-di-kaki-langit.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar