Buah pena: -
Kematian. Suatu hal yang akan kita rasakan cepat atau lambat.Kau mengangguk, berarti kau setuju dengan pendapatku bukan? Tapi siapkah dirimu saat kematian datang menghampirimu? Kenapa wajahmu tiba– tiba terlihat pucat? Apa kau takut?
————————————————————–
Apa yang paling kau inginkan dalam hidupmu? Aku rasa, aku tahu apa jawabannya. Kau pasti menginginkan uang kan? Kenapa uang? Menurutku itu pertayaan yang paling bodoh yang pernah aku tanyakan. Jawabannya sudah jelas, dengan uang apa yang kau inginkan dapat kau beli. Kekuasaan ada didalam genggamanmu. Tapi apakah uang dan kekuasaan yang paling kau inginkan dalam hidupmu?
Aku punya sebuah pertanyaan lagi untukmu. Apakah kau masih mau menjawabnya? Aku harap kau akan berkata ‘ya’.
Apa yang paling kau takuti dalam hidupmu? Kenapa kau terdiam? Apakah ini pertanyaan yang sulit? Aku rasa ini pertanyaan yang mudah. Ya, walaupun kau terlihat berpikir keras untuk menjawabnya. Baiklah kalau kau tak ingin menjawabnya.
Kalau aku, aku akan menjawab kematian. Kenapa wajahmu terlihat heran mendengar jawabanku? Apa jawabanku terdengar aneh ditelingamu? Apa kau merasa jawabanku ada benarnya?
Kematian. Suatu hal yang akan kita rasakan cepat atau lambat.Kau mengangguk, berarti kau setuju dengan pendapatku bukan? Tapi siapkah dirimu saat kematian datang menghampirimu?
Kenapa wajahmu tiba– tiba terlihat pucat? Apa kau takut? Apa yang kau takutkan? Kau takut, kalau amal ibadahmu belum cukup? Kau takut mempertanggung jawabkan perbuatanmu didunia? atau kau takut saat amal perbuatanmu ditimbang, amal keburukanmu lebih berat dibanding amal ibadahmu?
Sehingga kau masuk ke dalam api neraka yang sangat panas yang secara perlahan akan membakar seluruh tubuhmu. Walau kau menjerit kesakitan tapi tak akan ada yang datang menjulurkan tangannya untuk membantumu. Apakah hal itu yang kau takutkan? Kau mengangguk. Kau takut hal itu.
Ternyata kau takut dengan kematian sama sepertiku. Tapi itu dulu, jawaban sebelum aku berteman dengan kematian.
Kenapa kau menyerengitkan alismu? Kau aneh mendengar perkataanku? Apa aku harus mengulangi perkataanku? Kau mau aku memperjelasnya? Baiklah kalau itu maumu.
Ya, sekarang aku berteman dengan kematian. Jangan pasang wajah aneh seperti itu. Karena berteman dengan kematian tak seburuk yang kau kira. Apa kau mau mendengar ceritaku? Cerita kenapa aku bisa berteman dengan kematiaan. Apa kau ingin merasakannya? Merasakan berteman dengan kematian.
Kau mengangguk setuju. Baiklah kita bertukar tempat sekarang. Aku adalah kau dan kau adalah aku.
Kau seorang gadis yang terlahir dari golongan bangsawan. Orang tuamu adalah pengusaha paling kaya di Indonesia. Dari kecil apa yang kau minta, orangtuamu akan menurutinya tanpa terkecuali.
Tapi hanya satu permintaanmu yang tak pernah bisa mereka kabulkan. Walaupun mereka telah menghabiskan puluhan bahkan milyaran uang mereka untukmu tapi permintaanmu tak pernah terkabulkan.
Sejak saat itu kau sadar, ternyata ada yang tak bisa dibeli dengan uang. Walaupun uang yang telah mereka keluarkan sangat banyak tapi tetap tidak cukup untuk mengabulkan permintaanmu.
*******
Siapa yang tidak senang hidup amat sangat berkecukupan. Apa yang kau inginkan tinggal tunjuk. Semuanya tersedia untukmu.
Tapi tiba– tiba mimpi buruk itu datang menghampirimu. Semua kebahagianmu sirna tak bersisa. Sama sekali tidak.
Teringat jelas saat mimpi buruk itu datang. Sampai sekarang masih terngiang– ngiang ditelingamu. Saat dokter keluargamu mengatakan, kau terkena Leukemia. Doktermu bilang Leukemiamu digolongkan kedalam Leukemia kronis.
Kau yang awam dengan penyakit itu meminta penjelasan lebih rinci tentang apa penyakit leukemia itu. Doktermu mengatakan leukemia adalah penyakit kangker sel darah putih yang disebabkan karena sumsum tulang belakang memproduksi sel darah putih melebihi batas normal dan bentuk sel darah putihpun menjadi abnormal. Sehingga sel darah merah lebih sedikit jumlahnya. Padahal sel darah merah berfungsi untuk mengangkut oksigen keseluruh tubuh. Tanpa oksigen didalam tubuh menyebabkan organ penting dalam tubuhmu seperti jantung tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Kau tidak menyangka, anemia yang kau derita ternyata bukan anemia biasa.Ternyata kau anemia karena disebabkan sel darahmu yang sedikit akibat sel darah putihmu yang melebihi batas normal.
Perkiraanmu salah. Kau pun berusaha menyembuhkan penyakit yang bersarang didalam tubuhmu ini. Kau selalu melakukan transfer darah (cuci darah) setiap minggu. Dan perlu biaya yang besar untuk melakukan hal itu.
Kemotrapy pun kau kau lakukan bahkan harapan yang paling mustahil yaitu mencari cangkok tulang pengganti sumsum tulang belakangmu. Keluargamu saja tidak ada yang memiliki sumsum tulang yang sama denganmu, apalagi orang lain. Terlalu berharapkah engkau??
Impianmu hanya satu ‘hidup’. Kau ingin merasakan manisnya masa remajamu. Ingin merasakan apa yang dinamakan cinta. Ingin melihat keragaman dan keindahan dunia ini. Apakah impianmu ini terlalu berlebihan??
*******
Kesabaran ternyata ada batasnya. Kau mulai lelah untuk melakukan cuci darah, kemotrapy dan menunggu cangkok tulang yang tidak ada kemajuan yang berarti. Kau mulai memikirkan ide gila.
Mencoba bunuh diri. Walaupun kau tahu kau sendiri akan mati dengan penyakitmu ini. Tapi kau yang sudah tidak bisa berpikir jernih, akhirnya menjalankan ide gilamu itu.
Tapi entah kenapa setiap kali kau berusaha untuk melakukan hal itu pasti kau selalu gagal. Tapi kau tak pernah menyerah untuk mencobanya lagi.
Kau sebenarnya takut melakukan hal konyol itu. Tapi keterpurukan dan keputus asaan yang kian menghinggapi dirimu seolah terus mendorongmu untuk melanjutkan ide gila dan konyolmu itu.
Suatu hari kau berhasil memotong nadi dipergelangan tanganmu. Darahmu mengalir deras dari pergelangan tanganmu. Kau tersenyum puas melihat darahmu sendiri yang terus mengalir.
Kau merasakan dirimu seolah terbang. Dan dalam penglihatanmu, kau melihat malaikat pencabut nyawa menjemputmu dengan sayap putihnya dan tanganya terjulur menyambutmu.
Kau merasakan malaikat itu tengah mengendong tubuhmu yang ringkih tak berdaya dengan tangan kuat dan hangatnya. Kau kemudian terlelap didalam pelukan lengan kuat itu.
Sinar yang menerpa wajahmu membawamu kembali ke alam sadarmu. Tapi bukan pintu surga atau pintu neraka yang terlihat melainkan dinding putih.
Dipergelangan tanganmu tertanam selang infuse. Kau sedang menjalankan cuci darah sekarang. Kau merasa bingung dengan keadaanmu sekarang. Kau berpikir kau telah mati. Tapi ternyata pikiranmu salah.
Kau mengamati sekitar, berharap penglihatanmu salah. Matamu berhenti saat menangkap sesosok pria berjas putih yang tengah menatapmu cemas. Entahlah, kau tidak mengenalnya.
Perlahan pria itu berjalan mendekat kearahmu. Kau sedikit takut melihatnya mendekatimu. Ia yang menyadari perubahan sikapmu, kemudian tersenyum. Memamerkan giginya yang putih. Senyumnya membuat pipimu merona merah. Senyumnya sangat menawan, kau merasa tengah melihat malaikat hanya dari senyumnya.
“Kau sudah sadar nona?” ujar pria itu kembali tersenyum memamerkan senyumnya yang menawan.
“Kau siapa?” tanyamu penuh selidik.
Lagi – lagi pria itu tersenyum dan kali ini membuat jantungmu bergetar hebat melihat senyumnya.
“Kenalkan, namaku Reza Anugrah. Aku salah satu dokter dirumah sakit ini. Kau tahu nona, tadi kau membuatku kaget.”
Kau mengerjap – ngerjapkan matamu, berusaha mencerna perkataanya.
“Kaget?? Aku membuatmu kaget??”
“Ya, kau nyaris membuat jantungku copot. Saat menemukan dengan pergelangan tangan bersimbah darah dibelakang taman rumah sakit tadi.”
Kau sadar kalau yang kau lihat tadi, bukan malaikat pencabut nyawa melainkan seorang dokter dengan jas putih serta senyumnya yang sangat menawan. Ia yang ternyata menggendongmu dengan lengannya yang kuat menuju ruang gawat darurat.
*******
Kau hanya terdiam, menatap wajah tampan dokter itu. Kau mengutuk dirimu sendiri atas kegagalan yang kau lakukan.
Seandainya dokter itu tidak menemukanmu, mungkin kau sudah mati. Dan bebanmu sudah terangkat. Kau sudah terlalu lelah menanggung beban itu. Tapi karena dia semuanya gagal.
Kau mulai membenci dokter itu.
“Dokter, kau ini orang yang suka ikut campur urusan orang lain rupanya!!” ujarmu sinis
Dokter itu berjalan perlahan kearahmu. Kau pikir ia akan marah dengan perkataanmu. Tapi ia kembali tersenyum dan mengusap lembut rambutmu. Kau mematung menerima perlakuannya. Kau tidak menyangka ia akan melakukan hal itu padamu.
“Kau bisa memanggilku Reza. Tak perlu memanggilku dengan sebutan dokter.”
“Lagipula pekerjaanku menuntutku untuk ikut campur apabila melihat seseorang tengah berusaha untuk bunuh diri sepertimu.”
Kau memandangnya tajam. Lagi- lagi ia menyadari perubahan wajahmu dan kembali tersenyum untuk mencairkan suasana yang mulai menegang.
“Apa kau tidak takut mati?? Sampai kau berani melakukan hal itu??”
Ia menatapmu sendu. Pertanyaan yang terlontar dari mulutnya membuatmu sedikit tersentak.
“Tidak. Aku tidak takut!!”jawabmu dengan suara bergetar.
Lagi – lagi ia tersenyum. Membuatmu menjadi kesal melihatnya.
“Dasar orang aneh!!”
“Kau bohong. Kau sangat takut dengan kematian. Aku dapat mengetahuinya dari getaran perkataanmu!!
“Aku tahu, kau gadis yang tegar tapi sikapmu yang mencoba bunuh diri benar – benar amat sangat bodoh.
“Kau tahu apa tentangku?? Kau saja bahkan baru mengenalku!! Picik sekali perkataan anda dokter Reza Anugrah!!” ujarmu sinis
Reza mengusap kembali rambutmu tapi kali ini kau menepis tangannya kasar. Ia tersenyum menerima perlakuanmu
“Kau terlalu lelah menanggung penyakitmu itu kan??
“Apa maksud perkataanmu? Aku tidak mengerti!!
Lagi – lagi ia tersenyum. Kau merasa ia seolah sedang meremehkanmu
“Kau tahu apa tugasku sebagai dokter??” Ia balik bertanya padamu. Membuatmu kesal dengan sikapnya. Kau hanya diam, walaupun kau tahu jawabannya. Kau sudah terlalu membenci profesi seorang dokter. Bagimu dokter hanyalah orang yang memberi mimpi – mimpi indah agar kau bisa sembuh tapi kenyataannya, penyakitmu sulit bahkan tidak mungkin disembuhkan
“Tugas dari pekerjaanku, mengusahakan semaksimal mungkin membuat seseorang sembuh dari penyakitnya. Walaupun kemungkinan sembuh hanya 0,0001 % sekalipun.
“Aku bukan Tuhan. Tugasku hanya mengusahakan yang terbaik. Tapi hasilnya tergantung dari yang telah Tuhan gariskan. Tugasku hanya sebagai mediator. Tugasku bukan sebagai pengambil keputusan.
Kau hanya terdiam mendengar perkataannya. Kau merasa apa yang Reza katakan ada benarnya
“Apa kau merasa kau yang paling malang menerima penyakit itu?? Penyakit yang perlahan– lahan menggerogoti seluruh tubuhmu, kemudian kematian menghampirimu. Karena penyakit tersebut.
Jantungmu seperti terhunus pedang tajam saat mendengar perkataannya. Apa yang ia katakan memang benar, kau merasa menjadi orang yang paling malang menerima penyakit ini
“Dulu, aku punya seorang pasien sama sepertimu. Tapi ada hal yang membedakan kalian berdua. Ia gadis yang sangat tegar. Ia berusaha sampai akhir melakukan pengobatan. Sampai suatu hari, hal yang paling mustahil ia dapatkan. Ia mendapatkan cangkok tulang yang cocok dengannya. Ia pun akhirnya melakukan oprasi pencangkokan. Dan akhirnya ia –” Reza berhenti bercerita.
Kau yang mulai penasaran dengan ceritanya, memintanya untuk melanjutkan cerita tersebut. Tapi ia hanya terdiam dan tak bergeming.
“Lalu apakah gadis itu sembuh??”
Ia tersenyum. Hanya tersenyum. Kau mulai merasa nyaman kembali dengan senyumannya itu. Tapi kau tidak ingin sebuah senyuman melaikan sebuah jawaban. Jawaban apakah gadis itu sembuh atau tidak.
“Aku hanya ingin kau hidup. Walaupun kemungkinannya sangat kecil. Dan jangan pernah melakukan tindakan konyol seperti itu lagi. Aku yakin keajaiban akan datang padamu. Penyakitmu yang menyebabkan kematian menjadi dekat denganmu. Kematian adalah temanmu tapi jangan terlalu dekat dengannya. Karena ia yang akan menghampirimu. Bukan kau yang menghampirinya. Dan kalau kau yang menghampirinya, hanya penyesalan lah yang akan kau terima.”
Kau berusaha mencerna perkatanya. Ia tersenyum tuk kesekian kalinya. Ia mengusap rambutmu lembut. Membuatmu nyaman dengan perlakuannya.
“Aku harap, kau mengerti dengan apa yang aku katakan.”
Kau mengangguk kecil, kemudian tersenyum kearahnya. Ia perlahan mundur dan pergi meningglkanmu. Belum sempat ia membuka gagang pintu kau memanggilnya.
“Tunggu!!”
Ia menoleh. Membuat dadamu sedikit bergetar.
“Ada apa??”
“Bagaimana aku bisa menemuimu lagi??”
Ia tersenyum sekilas sebelum menjawab pertanyaanmu.
“Kau bisa menemuiku, dipohon besar belakang rumah sakit.
`Tak lama ia melangkah pergi meninggalkanmu. Kau hanya dapat melihat pungungnya yang hilang dari balik pintu. Kau mulai berpikir untuk menemuinya lagi nanti.
Perkataan dokter Reza membuatmu merasa tenang dan lebih siap untuk menerima penyakit yang sudah bersarang ditubuhmu ini.
*******
Seorang suster masuk kedalam ruanganmu. Ia tersenyum saat melihatmu yang terlihat sudah lebih baik setelah cuci darah
“Kau sudah merasa lebih baik nona?” tanyanya sambil mengecek pengelangan tanganmu yang dibalut perban.
“Ya, aku sudah lebih baik setelah dokter menasehati dan menyemangatiku.”
Suster itu menyerengitkan alisnya. Ia terlihat bingung dengan perkataanmu.
“Dokter??”
“Ya, dokter. Dokter yang menemukanku tadi ditaman belakang.”
“Tidak nona. Tadi anda datang sendiri yang menghampiri para suster dengan tangan bersimbah darah.”
“Lagipula dokter yang tadi menangani anda, belum datang lagi untuk mengecek keadaan anda. Bagaimana anda bisa bertemu dengannya??”
Wajahmu memucat mendengar perkataan suster tersebut.
“Tadi, dokter Reza disini. Ia bilang, ia yang membawaku kemari dan ia juga menasehati serta menyemangatiku tadi.” Ujarmu yakin.
Kali ini wajah suster itu yang puncat mendengar perkataanmu. Keringat mengalir perlahan diwajahnya, padahal ruanganmu cukup dingin.
“Dok… dokter Reza Anugrah maksud anda??” Tanya suster itu dengan agak terbata – bata.
“Ya, dia.”
“Anda yakin bertemu dengannya??”
“Ya, ia baru dari sini tadi.”
Wajah suster itu semakin memucat dan keringat dingin mengalir diwajahnya.
*******
Kau tercekat mendengar cerita suster barusan. Cerita tentang siapa sebenarnya dokter Reza Anugrah. Kaupun akhirnya tahu, kenapa Reza tidak selesai menceritakan ceritanya.
Cerita tentang salah satu pasiennya yang ternyata kekasihnya sendiri. Gadis itu gagal menjalankan operasi pencakangkokan tulang. Yang lebih membuatmu terkejut, bahwa Reza sendirilah yang melakukan operasi tersebut.
Ia yang telah mengambil nyawa kekasihnya dengan tangannya sendiri. Ia yang merasa bersalah akhirnya bunuh diri dengan memotong nadinya dipohon taman rumah sakit. Sama sepertimu. Dan kejadian itu terjadi tiga tahun yang lalu.
Suster itu pergi meninggalkanmu. Kau memutuskan untuk menemui Reza. Kau teringat perkataannya, kalau kau dapat menemuinya dipohon taman rumah sakit.
Malam menjelang. Suasana rumah sakit benar– benar amat mencekam. Suara lolongan anjing penjaga rumah sakit membuat susana malam itu tambah mencekam dan mengerikan.
Kau berjalan dilorong rumah sakit. Ada rasa takut dihatimu untuk meneruskan langkah kakimu menuju taman rumah sakit. Kau menguatkan tekadmu untuk bertemu lagi dengan Reza Anugrah. Walaupun kau tahu pria itu sudah tidak ada lagi didunia ini.
Pohon besar menjulang dihadapanmu. Kau menelan ludahmu melihat pohon besar itu. Suasana disekitar pohon itu benar – benar berbeda dengan tadi siang saat kau pertama datang. Suasana sekarang lebih mencekam.
Angin malam yang dingin membelai tengkuk lehermu. Membuatmu merinding. Suara desiran daun pepohonan membuatmu makin takut dengan sausana saat itu.Tapi ketakutanmu sirna, saat kau melihat sesosok pria dengan jas putihnya tengah berdiri memandang pohon besar itu. Kau berjalan perlahan mendekati pria itu.
Pria itu yang sadar dengan kedatanganmu menoleh. Ia agak kaget melihatmu datang. Kemudian ia mengembangkan senyumnya yang menawan lagi. Kau balas tersenyum kearahnya. Sekarang kau sudah berada didepannya. Matanya menatapmu sendu.
“Apa kau masih ada pekerjaan dirumah sakit ini Reza?? Sehingga jam segini kau belum pulang.”
Kau berpura– pura bodoh. Walaupun kau tahu pria dihadapanmu tidak bisa pergi dari tempat ini. Tidak akan pernah bisa.
“Kau sendiri, kenapa malam– malam datang kesini?? Apa kau mencoba untuk bunuh diri lagi??”
“Tidak, aku hanya ingin bertemu denganmu.”
Reza agak tersentak mendengar perkataanmu. Tapi ia kembali mengulaskan senyumnya.
“Aku hanya ingin bilang, kalau aku sudah tahu akhir cerita tentang salah satu pasienmu itu.”
Wajahnya yang putih dan agak pucat semakin memucat.
“Ia meninggal, begitu pula dengan dokter yang mengoperasinya.Ia juga meninggal. Meninggal bunuh diri dipohon ini. Dengan cara yang sama seperti pasien itu, memotong nadinya. Ia meninggal karena merasa amat bersalah karena telah gagal melakukan operasi tersebut.”
Reza terdiam. Kau menatap wajah Reza lembut.
“Kau sudah tahu semuanya??”
“Ya, aku sudah tahu.”
“Aku ingin bilang terima kasih padamu. Aku akan menggantikan hidup gadis itu. Aku akan lebih tegar dan berusaha untuk mendapatkan cangkok tulang yang cocok untukku. Dan operasiku akan berhasil.”
Reza tersenyum. Senyumnya lebih menawan daripada senyum– senyum yang kau lihat sebelumnya. Ia tersenyum seolah merasa bebas. Tubuhnya memancarkan sinar yang amat terang. Tak lama sinar itu perlahan menghilang bersama hilangnya Reza dari hadapanmu. Kau tersenyum. Kemudian berjalan pergi meninggalkan pohon besar itu.
Kau dapat mengambil hikmah dari apa yang kau alami. Bertemu dengan dokter Reza, membuatmu sadar tentang arti pentingnya sebuah kehidupan. Membuatmu lebih menghargai setiap menit dan detik yang kau lalui. Apa yang ia katakan membuatmu sadar kematian cepat atau lambat akan menghampirimu.
Kematian adalah temanmu. Tak perlu kau takut dengannya. Karena ia lah yang akan menghampirimu. Tapi Tuhan sebagai pengambil keputusan lah yang akan memutuskan kapan kematian itu akan menghampirimu.
Dan yang dapat kau lakukan sekarang melakukan yang terbaik untuk dirimu dan orang sekitarmu. Saat kematian itu mendekatimu, kau tidak akan mengalami ketakutan dan penyesalan atas semua perbuatan dan tindakanmu. Karena kau sudah melakukan yang terbaik.
Pertanyaan terakhir untukmu. Apakah kau masih takut dengan kematian?? Ataukah kau akan menjadikan kematian sebagai temanmu??
_End_
Sumber : http://buahpenakecilku.wordpress.com/2012/05/27/cerpen-making-friendship-with-death/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar