Umi Farida Blog

Selamat datang di blog ku

Jumat, 14 November 2014

Cerpen : Mengagumimu

   Aku menatap kertas putih, memegang pensil dan menggambarkan sesosok cowok yang sedang mengusik damainya hatiku. Sesosok pangeran yang kudambakan. Aku berniat melukiskan wajahnya seganteng mungkin, namun setelah kuamati inci demi inci gambaran ituhanyalah mirip tuyul, karena aku tidak bisa menggambar. Kuremas kertas itu dan kumasukkan ke dalam tempat sampah yang berada di samping meja belajarku.
                Aku berjalan menuju tempat tidurku, merebahkan tubuhku. Kemudian kukumpulkan seluruh imajinasiku untuk melukiskan wajah pangeranku di langit-langit kamarku. Kak Rio adalah pangeran yang sedang mengisi relung hatiku. Dia adalah wakil ketua OSIS sekaligus kapten tim basket inti sekolahku. Kebijaksanaan, kebaikan, dan ketampanannya membuat banyak cewek menaruh hati padanya. Tapi yang membuatku salut dengannya adalah, sikap cueknya. Ia tidak peduli jika ada cewek-cewek yang berusaha mendekatinya, secantik apapun cewek itu. Semakin lama lukisan di alam imajinasiku pun semakin jelas, kubayangkan dia sedang tersenyum manis padaku. Namun tak lama kemudian ada seseorang yang mengetuk pintu kamarku. Seketika itu juga, lukisan indah wajah Kak Rio hilang. *kayak apa aja #ngook
                “Fy, dicari temanmu itu!” kata mamaku sembari mengetuk pintu.
                “ Iya Ma…” aku bangkit dari tempat tidurku dan bergegas ke ruang tamu.
                “Kak Rio…” sapaku pada seorang cowok berkaos putih itu.
                “Hah? Kak Rio? Kamu ngelindur ya? Aku Iyel sahabat kamu,” kata Iyel.
                Seketika itu pun wajahku menjadi geragapan. Aku masih terbawa lamunanku tentang Kak Rio. Wajahku memerah dan Iyel pun terlihat heran karena aku salah tingkah.
                “Oh… Em, sorry Yel !”
                “Makanya jadi orang jangan suka ngelamun terus!”
                “Iya-iya sorry. By the way, ngapain kamu kesini malem-malem?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.
                “Ifyyyy, kamu amnesia ya? Kan kamu yang nyuruh aku balikin buku catetan kimiamu sekarang juga. Besok kan ulangan kimia!!” kata Iyel dengan jengkel.
                “Oh, iya! Sorry aku lupa, hehehe”
                “Gila… pikunmu parah banget!” Iyel pun terdiam, dan sejenak tak ada pembicaraan.
                “Fy, kamu suka ya sama Kak Rio?” tanya Iyel.
                “Eng, enggak kok. Siapa bilang? Nggak mungkinlah aku suka sama dia. Secara, aku tuh bukan levelnya dia. Banyak cewek yang cantik dan popular di sekolah yang udah antri untuk jadi ceweknya! Mau jadi apa aku nanti, cewek cupu seperti aku disandingkan dengan cowok terpopuler di sekolah!”
                “Halah.. nggak usah bohong deh! Aku tuh sahabatmu, jadi aku tau sikapmu nunjukin kalo kamu suka sama dia! Bagiku, kamu itu tak secupu yang kau bayangkan. Kamu itu cantik.”
                Aku tersenyum malu. Ternyata aku tak dapat menyembunyikan perasaanku dari Iyel, sahabatku sejak SD.
                “Aaah udah, nggak usah dibahas lagi!” gerutuku sambil cemberut.
                “Hm, ditanyain gitu aja langsung cemberut kayak marmut. Ya udah kalo nggak mau ngaku sih nggak apa-apa, aku udah tau jawabannya kok! Ya udah, aku pulang dulu ya! Udah malem nih,” kata Iyel sambil berjalan menuju pintu.
                “Buru-buru amat?” tanyaku mengikuti langkahnya menuju pintu.
                “Aku juga mau belajar, besok kan mau ulangan! Aku pulung dulu ya! Selamat malam peri cantik!” Iyel malangkahkan kaki keluar rumahku.
                “Yups, hati-hati ya!”
                “Ok!” jawab Iyel dari kejauhan.
                “Peri cantik?” pikirku dalam hati saat teringat kata-kata Iyel tadi.
                Aku tidak begitu mempedulikan ucapan Iyel itu, meskipun rasanya agak ganjil. Tak biasanya dia memanggilku begitu. Aku kembali masuk ke dalam rumah, mengambil buku catatan kimia yang tergeletak di meja dan segera kembali ke kamarku untuk belajar karena besok ulangan.
***
                Aku berangkat pagi sekali ini, sekolah masih tampak sepi. Di ruang kelasku baru 3 orang yang berangkat. Saat aku berjalan mendekati bangkuku, aku dikejutkan oleh amplop berwarna pink yang tergeletak di meja. Tanpa berpikir panjang, aku langsung membukanya. Kutarik secarik kertas yang berada di dalamnya.
                ‘Selamat pagi, Perhiasan dunia yang terindah’
                Kalimat indah yang tertulis cukup rapi diselembar kertas itu. Kulihat disekeliling kalimat itu,sudah tak ada coretan apapun, padahal aku ingin tau siapa orang yang telah mengirimkan surat ini.
                Tak lama kemudian ruang kelas menjadi ramai, karena sebagian besar siswa sudah datang. Shilla yang baru 1 menit tiba di kelas, langsung menuju tempat duduknya, disampingku. Sebelum meletakkan tasnya, dia melihat ada sesuatu yang menarik di tanganku, tanpa berkata apapun dia langsung mengambil surat itu dari tanganku dan membacanya.
                “Surat dari siapa nih? Sweet amat isinya!”
                “Aku juga nggak tahu, tuh surat dah ada di sini sebelum aku berangkat!”
                “That’so amazing.. You have a secret admirer!” teriak Shilla.
                “Ssst.. jangan keras-keras! Lebay banget sih!”
                Akibat tingkah Shilla yang berlebihan, Angel, cewek yang paling judes sama aku, yang sering ku panggil dengan sebutan Nenek Lampir itu mendekat. Aku dapat menerka, pasti dia akan menghinaku, karena kerjaannya emang menghina orang lain, yang dianggapnya nggak level dengan kepopulerannya.
                “Apa? Penggemar rahasia? Paling cuma cowok culun yang suka sama kamu!” kata Angel dengan judes, yang kemudian meninggalkanku karena penggilan temannya.
                “Untungnya si Nenek Lampir itu cepat pergi! Panas kupingku kalo dia lama-lama di sini,” kataku dalam hati.
                Aku langsung memasukkan surat itu ke dalam tasku, tanpa berkata apapun kepada Shilla yang sudah duduk bersamaku. Mungkin dia merasa bersalah, akibat tingkahnya, aku di maki-maki Angel.
                Di kelas aku tidak bisa konsentrasi pada pelajaran. Surat tak bertuan itu, membuat otakku berpikir keras, menerka kemungkinan-kemungkinan siapa pengirim surat itu. Sampai di rumah pun aku langsung membacanya berkali-kali mengamati dengan jeli tulisan tangan itu. Tetap saja, aku tak punya tebakan yang pas, meskipun aku telah membacanya 24 kali.
                “Mungkin nggak ya, kalo surat ini dari Kak Rio?” tanyaku dalam hati, “Tidak mungkin, wake up Ify! Jangan ngimpi deh kalo surat ini dari Kak Rio!”
***
                Sudah 3 kali aku mendapat surat dan isinya sama. Hal ini menambah kebingunganku. Namun surat yang ke-4, datang dengan cara yang berbeda. Angel yang membawa surat itu.
                “Fy, nih surat dari penggemar kamu itu?” ucap Angel menatap sinis sambil memeberikan sepucuk surat kepadaku.
                “Kok kamu yang bawa?” tanyaku heran.
                “Tadi aku berangkat pagi, dan aku mergokin orang yang ngasihin surat ini di mejamu! Hm, ternyata benar apa yang kukatakan, paling cuma cowok culun yang mau sama cewek kaya kamu!”
                “Emang siapa pengirimnya?”
                “Obiet, cowok culun kelas X A. Hahaha, Ify, Ify.. kasihan amat sih nasibmu! Dari SMP nggak pernah ada satu pun cowok yang suka sama kamu! Giliran ada aja, cowok culun dongos pula!” ejek Angel.
                “Heh Nenek Lampir! Kamu nggak berhak bilang gitu sama Ify. Kamu pikir, kamu lebih cantik daripada Ify? Kamu pikir, kamu lebih pinter daripada dia? Enggak! Mungkin kamu emang cantik, tapi hatimu nggak secantik wajahmu! Jadi kamu nggak usah sok gitu deh! Ify tuh jauh lebih sempurna daripada kamu!” bentak Iyel yang baru saja datang.
                Aku bisa merasakan, betapa marahnya Iyel pada Angel, karena Angel menghinaku. Ruang kelasku menjadi sunyi, semua anak memperhatikan pertengkaran Iyel dan Angel. Tanpa berkata apapun, aku langsung meninggalkan mereka. Hatiku tersayat mendengar ucapan Angel, tapi aku menenangkan diriku agar tidak menangis, karena aku bukanlah cewek yang cengeng. Tak lama kemudian, Iyel dan Shilla berlari menyusulku.
                “Fy, kamu nggak apa-apa kan?” tanya Shilla.
                “Nggak apa-apa kok, aku udah biasa ngadepin Nenek Lampir itu! Dia kan dulu satu SMP denganku.”
                “Kamu mau kemana?” Iyel berdiri di depanku.
                “Aku mau nemuin Obiet.”
                “Kamu mau marahin dia?” tanya Iyel kembali.
                “Nggak kok, aku cuma mau minta penjelasan dia aja, kalo apa yang dia lakukan, itu hak asasi dia, yah.. walaupun sedikit menggangguku.”
                Kami bertiga meneruskan perjalanan ke kelas X A yang tak jauh dari kelasku, X D. aku melihatnya sedang asyik ngobrol sama Kak Rio di depan kelasnya. Adanya Kak Rio menyurutkan semangatku untuk mengintrogasi Obiet. Namun, aku mencoba melangkahkan kakikumendekati Obiet, meskipun rasanya amat berat.
                “Biet…” tegurku.
                “Iff, Ify? Ada apa?” tanyanya yang terlihat gugup.
                “Aku mau ngomong sama kamu!” Aku berbicara pada Obiet tanpa melirik orang yang sedang ada di sampingnya, aku merasa canggung di depan Kak Rio.
                “Em, ngomong apa Fy?” tanyanya sambil membenarkan posisi kacamatanya.
                “Kurasa, bukan disini tempatnya!”
                “Kenapa nggak disini aja?” tanya Kak Rio spontan.
                Jantungku berdegup kencang. Aku tak menyangka Kak Rio tau tentang ini. Mukaku memerah karena salah tingkah. Sulit bagiku untuk mengeluarkan beberapa patah kata lagi. Kakiku seakan terpaku di tempat itu, sehingga aku sulit tuk beranjak pergi. Pada saat itu aku berharap Shilla dan Iyel akan menyeretku pergi dari tempat ini, tapi mereka dari tadi juga hanya diam saja.
                “Tentang surat itu ya, Fy? Pasti Angel yang kasih tau,” kata Obiet mengawali pembicaraan yang sempat terhenti.
                “Em…”
                “Kamu marah sama aku?”
                “Eng.. enggak kok, aku cuma pengen minta penjelasanmu aja tentang surat itu!” Aku senang akhirnya bisa berbicara kembali.
                “Sebenernya.. Sebenernya.. Em..”
                “Sebenernya aku yang nyuruh Obiet naruh surat itu di meja kamu!” potong Kak Rio disela-sela ucapan Obiet yang terbata-bata.
                Semua ini sulit kupercayai. Aku merasa sedang berada dalam mimpiku. Aku mencoba mencubit tanganku sendiri dan terasa sakit, berarti ini nyata, benar-benar nyata. Kak Rio menarik tanganku menuju ke taman sekolah. Iyel dan Shilla terdiam di tempatnya, mungkin mereka juga terkejut sama sepertiku.
                “Ify? Kenapa diem? Maaf kalo apa yang kulakukan salah. Aku cuma pengen tau, gimana reaksi kamu, jika ternyata surat itu dari Obiet. Tapi dari reaksimu yang nggak marah pada Obiet, aku jadi tau, kamu benar-benar cewek yang baik. Kalau cewek lain pasti sudah memaki-maki Obiet, dan mengatakan Obiet cowok yang tidak tau diri, culun lah, nggak level lah, dongos lah, atau apa lah. Tapi kamu nggak, kamu bener-bener beda sama yang lain! Aku suka sama kamu!” Kak Rio menatapku lekat-lekat.
                “Apa? Kakak.. nggak bohong kan?” tanyaku dengan hati-hati.
                “Nggak kok. Selama ini aku juga sering perhatiin kamu. Aku salut sama kamu. Kamu tuh cewek yang baik, cantik, dan berpenampilan sederhana! Itu yang buat aku suka sama kamu! Ify, would you be my girl? I love you!”
                Aku terkejut mendengar pernyataan cinta Kak Rio. Sungguh tak kusangka, jika ia telah lama memperhatikanku. Aku ingin mengatakan ‘yes, I would’ tapi aku ragu. Dia meyakinkanku, dengan memegang kedua tanganku.
                “Em.. yes I would! Selama ini sebenernya aku juga suka sama Kak Rio!”
                Sungguh tak kusangka, hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan. Semua hal yang ku kira hanya akan menjadi angan-angan belaka ternyata menjadi kenyataan. Ternyata, pengirim surat yang berisi kata-kata manis itu adalah cowok yang selama ini kudambakan.
                ‘Ternyata, jika kita tidak putus asa, kita akan mendapatkan hal yang kita inginkan, yang selalu kita mimpikan. Seperti cinta, yang kadang menghilang, kadang datang lagi. Jika kita menginginkan cinta yang tulus, kita tidak boleh menyerah dan selalu berusaha.’ :)


Sumber : http://indahchoi.blogspot.com/2012/03/secret-admirer-cerpen.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar