Hatiku berdebar-debar
semenjak aku pindah sekolah. Namanya SMA Mulia Harapan Bangsa. Aku terpaksa
pindah sekolah, karena dekat dengan rumahku yang baru. Baru satu bulan aku belajar
di sekolah baruku. Selama satu bulan itu hal yang paling berkesan untukku
adalah perayaan ulang tahun temanku yang bernama Salsia. Teman-temanku
melempari Salsia dengan air yang dimasukkan ke plastik. Ketika giliranku
melempari Salsia, tanpa sengaja lemparanku mengenai dadanya. Salsia marah. Tapi
bukan marah karena terkena dadanya. Dia marah karena foto pacarnya yang ia
simpan disaku bajunya basah dan rusak. Anak-anak SMA Mulia Harapan Bangsa
banyak yang baik. Cowoknya pun ada yang ganteng, namanya Ridwan. Aku diam-diam
naksir sama itu cowok. Tapi … yang aku tidak suka, ada yang meneror aku. Entah
siapa itu orangnya?
“Ananda, maksudmu kamu
diteror gimana?” tanya mamaku ketika kami duduk di ruang tamu. Hari minggu yang
cerah aku bercengkerama dengan mamaku.
“Aku sering dikirimi
surat cinta Ma ….” Jawabku.
“Lho, itu namanya bukan
diteror?! Kamu harusnya bangga dan bersyukur ada yang mengirimi kamu surat
cinta.”
“Hiya, aku tahu Ma. Tapi
seseorang yang mengirimi surat itu misterius banget. Aku tidak tahu siapa yang
mengirimi surat itu. Tiba-tiba surat itu sudah ada ditasku. Pernah juga ditaruh
dilaci meja.”
“Memangnya sudah berapa
kali kamu dikirimi surat?”
“Tiga kali. Makannya aku
sebel Ma. Kalau ada yang mencintai aku langsung saja bilang. Tidak usah bikin
aku puyeng gini.”
“Ya sudah, tidak usah
terlalu dipikir. Kamu sudah kelas dua SMA, banyak belajar.”
Mamaku selalu bilang
seperti itu, jika aku memikirkan sesuatu yang menurutnya tidak penting. Aku
anak bungsu. Kakakku yang pertama laki-laki, dia tinggal bersama istrinya.
Mereka belum lama menikah. Lalu kakakku yang kedua perempuan, dia kuliah.
Sebenarnya aku kepingin curhat dengan kakakku yang kedua. Tapi dia selalu
sibuk. Aku kalau cerita seringnya sama mamaku.
Hari senin sudah tiba,
aku berangkat ke sekolah. Aku selalu disindir teman-temanku soal kekayaanku.
Aku selalu diantar sopirku dengan mobil ketika berangkat dan pulang sekolah.
Tapi aku tidak pernah sombong dengan kekayaanku ini. Karena semua ini hanya
pemberian Tuhan. Dan aku wajib bersyukur.
Lagi-lagi ada surat
misterius. Surat itu ditaruh dibangku sekolahku. Saat istirahat, aku ngobrol
dengan sahabatku di taman sekolah. Sahabatku itu namanya Salsia.
“Sal … siapa ya, yang
selalu mengirim aku surat? Aku jadi penasaran.”
“Kita cari saja orang itu.”
“Caranya gimana Sal?”
“Kita teliti saja dari
suratnya. Kamu bawa kan suratnya? Coba aku lihat.”
Ananda memberikan keempat
surat itu pada Salsia. Dengan serius mereka berdua membaca isi surat itu lagi.
Isi surat pertama:
Bidadari baru di ambang
hatiku. Kulihat wajahmu bagai mentari berkilau menyinari tubuhku. Senyummu
seperti putri jelita. Perilaku dan tingkahmu membuatku berbunga-bunga. Aku akan
selalu melihatmu meskipun kau tak melihatku. Semenjak kau ada di sekolahan ini,
aku selalu membayangkan dirimu. Dan berharap kaulah cinta pertama dan
terakhirku …. Dari : seseorang yang selalu mengagumimu.
“Nan, kita teliti dari surat yang pertama
dulu. Dilihat dari kata-katanya, dia pandai merayu, puitis, dan orang ini
tentunya cowok. Di kelas kita, siapa yang pandai merayu dan pintar menulis
puisi?”
Sejenak aku berpikir, lalu aku bisa menebak
siapa cowok itu. “Aku tahu Sal! Mungkin Dion. Dia pandai menulis puisi. Tapi
sepertinya dia tidak pandai merayu. Lalu siapa ya?” setelah aku pikir-pikir
lagi, ternyata penulis surat itu bukan Dion. Dion cowok yang murah senyum.
Orangnya berkulit putih dan sedikit gemuk.
“Dion jarang berbicara dengan kita. Jika kau
lihat wajahnya bagaimana ekspresinya?”
Aku berpikir lagi ketika Salsia bertanya. Aku
mencoba mengingat-ingat kembali saat aku bertatap muka dengan Dion. Akhirnya
aku bisa berkesimpulan. “Sepertinya bukan Dion deh. Dia jarang berbicara
denganku. Lagian ekspresinya selalu tersenyum untuk semua orang. Di surat itu
tertulis kata-kata “Aku akan selalu
melihatmu meskipun kau tak melihatku.” Kemungkinan cowok itu berbeda kelas
dengan kita.”
“Tapi Dion juga harus kita curigai. Karena
yang pandai menulis puisi cuma dia. Jika orang itu berbeda kelas, siapa orang
yang kamu curigai Nan?”
“Siapa Ya?” aku berpikir lagi. “Oo, hiya! Alan
… dia patut dicurigai. Dia sudah dua kali menyapaku. Dan satu kali ngobrol
sebentar denganku. Lagian kita juga belum tahu dia pandai menulis puisi atau
tidak. Bisa saja dia bisa menulis puisi.”
“Kita baca surat yang kedua dulu saja.” kata
Salsia singkat.
Isi surat yang kedua:
Hari-berhari semakin berlalu. Sepertinya aku
semakin dekat denganmu. Tapi kamu tidak menyadari keberadaanku. Aku semakin
jatuh cinta padamu. Aku berjanji … dalam waktu dekat ini, aku akan hadir dan
mengungkapkan debaran jantungku ini. Ananda Jelia Ayu. Nama panjangmu begitu
beraroma seperti wajahmu yang juga lembut. Kamu memang anak yang jeli, elok
bercahaya matanya dan juga Ayu. Namamu tidak beda dengan kilau dirimu.
“Semakin dekat?!” Salsia tampak berpikir.
“Kira-kira siapa cowok yang semakin dekat denganmu?”
“Sepertinya tidak ada.” Kataku.
“Coba kamu ingat-ingat, Alan pandai merayu
tidak. Kamu pernah ngobrol kan dengannya.”
“Dia pernah bilang kalau aku cantik seperti
artis. Tapi kata-kata itu tidak seperti apa yang tertulis disurat. Kalau
disurat sedikit puitis gitu. Tapi kalau Alan cuma sederhana saja.”
“Walaupun sederhana dia kan juga bisa merayu.
Bisa jadi Alan yang menulis suratnya. Lagian dia berbeda kelas dengan kita.
Disurat itu katanya dia juga semakin mendekat. Dilihat dari dua kali menyapa kamu, lalu mendekatimu
dengan cara ngobrol satu kali denganmu, meskipun cuma sebentar. Tapi kita lihat
surat yang ketiga dulu.”
Isi surat ketiga:
: - )
“Surat yang ketiga cuma simbol senyum ….”
Salsia tampak kembali berpikir. Akupun juga berpikir.
“Aku
kembali menduga bahwa orang yang menulis surat ini Dion.” Kata Salsia
“Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?”
tanyaku.
“Karena Dion suka senyum.”
“Belum tentu Sal. Kita lihat saja surat yang
keempat. Surat ini surat yang terakhir.”
Isi surat keempat:
I LOVE YOU ….
“Surat keempat menguatkan perkiraanku, bahwa
penulis surat ini adalah cowok gombal. Kira-kira siapa di kelas kita yang
gombal Nan?”
“Mungkin Adam. Adam selain gombal juga preman
di kelas kita. Terus siapa dong Sal, yang nulis surat ini. Aku tu sebel banget
diteror terus kayak gini!”
“Menurut perkiraanku, di antara Dion, Alan,
dan Adam. Mulai sekarang kita selidiki saja satu persatu tiga cowok itu.”
Akhirnya kami berpendapat bahwa cowok yang
dianggap misterius adalah Dion, Alan, dan Adam. Dion memang pandai menulis
puisi. Dia juga murah senyum. Sedangkan Alan berbeda kelas denganku. Tapi dia
yang pernah ngobrol denganku. Dia orangnya berkulit sawo matang. Sedikit kekar
dan tinggi. Dia cowok yang paling pandai
bermain basket. Sedangkan Adam cowok yang gombal. Dia suka menggoda teman-teman cewekku. Dia
ugal-ugalan, sering bolos, dan sering pula dihukum guru. Siapa cowok yang suka
meneror itu? Yang jelas akan aku selidiki bersama Salsia, sahabatku.
Hari senin berlalu sudah. Dihari selasa ini
aku mulai melakukan penyelidikan. Aku bertanya dengan teman sekelas Alan.
Namanya Susi. Di kelas Alan, yang aku kenal cuma Alan dan Susi.
Ketika istirahat aku menemui Susi.
“Sus ….”
“Ada apa Nan?”
“Aku mau tanya. Alan itu pandai menulis puisi
tidak sih?”
“Memangnya kenapa tanya seperti itu?! Kamu
suka ya, sama Alan?”
“Eh, jangan ngawur. Aku cuma pingin tahu
saja.”
“Di kelasku tidak ada yang bisa menulis puisi.
Kecuali guru bahasa indonesia. He he he ….”
Akhirnya aku pun tahu. Ternyata Alan tidak
bisa menulis puisi. Entah kenapa aku jadi menduga bahwa cowok itu adalah Dion.
Aku mulai belajar akrab dengan Dion. Tapi sifat dan sikap Dion biasa saja. Dia
tidak terlihat tertarik denganku. Aku pun menyelidiki Adam. Adam selalu aku
dekati. Eh, dianya malah GR. Mungkin juga bukan Adam. Aku bingung, siapa
sebenarnya yang suka meneror aku. Sepertinya aku masih mempunyai harapan untuk
menebak siapa orang itu. Karena aku menemukan surat baru lagi dimejaku. Aku
bergegas membaca surat itu.
Isi surat:
Aku lama-lama kasihan denganmu. Aku akan
mengaku siapa aku sebenarnya. Tunggulah disaat kamu ulang tahun nanti. Aku akan
datang menemuimu …. Tanggal ulang tahunmu kebetulan bersamaan dengan acara
makan malam bersama dirumah Salsia. Teman-temanmu pasti hadir diacara itu. Aku
pun akan terlihat disitu.
Isi suratnya memang singkat. Tapi aku lega,
karena ulang tahunku hanya tinggal dua hari lagi. Aku siap untuk menanti orang
itu. Lalu akan aku jitak batok kepalanya. Dari isi suratnya aku yakin bahwa
cowok itu sekelas denganku. Hari berikutnya aku juga dikirimi surat lagi tapi
lewat pos. Surat itu disertai dengan bunga yang sangat indah. isi surat itu
hanya puisi-puisi cinta yang berbau romantis. Lebih romantis dari puisi-puisi
disurat sebelumnya.
Akhirnya hari yang aku tunggu sudah tiba. Aku
sudah berada di rumah Salsia. Semua teman sekelasku juga sudah hadir. Aku makan
bersama dengan teman-temanku. Setelah makan aku kepikiran, kenapa orang itu
belum juga menghampiri aku dan mengakui perbuatannya.
“Sal, cowok yang suka meneror aku ternyata
pembohong ya. Katanya mau mengakui perbuatannya dihari ulang tahunku ini. Kalau
tahu kayak gini aku tadi tidak jadi kerumahmu. Mama sama papaku pasti merayakan
ulang tahunku.”
“He he he ….” Salsia hanya mengomentari dengan
senyuman aneh.
“Kok, malah senyam-senyum Sal?”
“Kamu kepingin tahu siapa orang yang menulis
surat itu?! Dia memang mau mengakui sekarang kok.”
“Kamu kok tahu Sal?” tanyaku.
“Ya tahu aja … yang nulis surat itu aku kok.”
“Beneran Sal?”
“Ya benerlah.”
“Huh, dasaaaaar!” Salsia hampir saja aku cekik
jika teman-temanku yang lain tidak menghalangi. Salsia malah cengar-cengir
saja. Tidak merasa berdosa sama sekali.
“Kamu gila ya?! Malah ketawa. Aku kirain siapa
yang neror aku. Tak tahunnya kamu Sal!”
“Ya sorry
Nan ….”
“Kenapa kamu ngerjain aku?” aku marah-marah
tak terkendali. Semua temanku belum ada yang pulang. Mereka melihat ke arahku
semua, tapi aku tidak peduli.
“Sebenarnya aku cuma mau membalas perbuatanmu
dulu.”
“Perbuatan apa?”
“Kamu pernah merusak foto pacarku kan.”
“Ya ampuuuuun … Cuma gara-gara itu. Kejem kamu
Sal.”
Tiba-tiba Dion menghampiriku. Ia pun berkata.
“Maafkan aku juga Nan. Aku jadi ikut bersalah.
Karena aku yang nulis puisi itu. Salsia sih, memaksaku agar mau menulis surat
itu.”
Aku diam tak berkomentar. Aku jadi beteeee
banget sama mereka.
“Please Nan … walaupun aku jahil, aku tetap
sayang sama kamu kok.” Kata Salsia memelas.
Aku lama-lama kasihan sama Salsia. Betapa
jahatnya diriku bila tidak segara memaafkan dan berteman lagi dengan mereka.
“Baiklah, aku maafkan. Tapi jangan diulang
ya,” kataku. Salsia langsung memeluk erat tubuhku.
Setelah Salsia melepaskan pelukkannya, aku
bertanya: “Terus kamu mengirim bunga dan puisi lewat pos kenapa?”
“Bunga?! Kalau yang itu aku tidak tahu Nan.”
Jantungku berdebar kencang. Lalu siapa
pengirim bunga itu?
Adam tiba-tiba saja menghampiri aku. Hatiku semakin berdebar. Jangan-jangan Adam
nih pelaku yang berikutnya.
“Kenapa Nan? Wajahmu tampak pucat. Bukannya
sekarang hari ulang tahunmu, seharusnya kamu tersenyum dan bahagia.” Kata Adam
Adam cuma mau berkata seperti itu. Dia tidak
tahu masalahku, bukan Adam pelakunya.
“Kok diem Nan.”
“Cerewet banget sih kamu!” aku bentak cowok
ugal-ugalan itu. Adam langsung melengos pergi.
“Apakah Alan pengirim bunga itu? Tapi dia
tidak ada di sini. Dia berbeda kelas.” Pikirku dalam hati.
Tiba-tiba teman sekolahku yang bernama Ridwan
menghampiriku. Dia cowok yang paling tampan di kelasku. Dia banyak disukai dan
digemari banyak orang. Jujur, aku pun menggemarinya. Malahan aku tertarik
dengannya. Mau apa Ridwan menghampiriku?
“Nan, ada yang ingin aku bicarakan kepadamu.
Pulangnya aku antar saja ya?”
Aku langsung salah tingkah, Ridwan tanpa aku
duga-duga berkata seperti itu.
“Cit cuiit ….” Teman-temanku menggodaku.
“Diterima aja ajakan Ridwan. Ini kan masih jam
Tujuh. Siapa tahu kamu diajak ke mal atau ke tempat romantis.” Kata Salsia.
“Hiya deh ….” Kataku singkat.
Setelah berpamitan kepada Salsia,
teman-temanku pulang. begitu juga denganku. Aku tidak menelepon sopirku, karena
Ridwan beneran mau mengantarku dengan motor gedenya.
“Berhenti di taman itu sebentar ya Nan.”
“Mau
ngapain ni cowok ngajakin berhenti. Kalau macem-macem aku jitak.” Pikirku
dalam hati.
“Kok diem Nan?! Kamu takut ya? tenang saja,
aku cuma mau ngomong kok. Aku tidak mau macam-macam.”
“Hiya deh ….,” kataku singkat.
Walaupun malam hari, taman itu banyak
dikunjungi orang. Terutama orang-orang yang sedang berpacaran. Kami duduk
berdua di bawah pohon yang rindang setelah Ridwan memarkirkan motornya.
“Kamu mau ngomong apa Wan?” tanyaku.
“Jawab jujur ya. Kamu suka sama aku ya, Nan?”
Ridwan PD bener ngomong kayak gitu. Tapi kok
dia bisa tahu kalau aku suka sama dia ya? Aku memang tidak mengungkapkan isi
hatiku karena aku merasa tidak pantas berpacaran dengan Ridwan.
“Mmmm ….” Aku bingung mau jawab apa. Aku
sangat gerogi.
“Jujur saja tidak apa-apa kok.”
“Kalau bener memang kenapa? Lagian kamu tahu
darimana kalau aku suka sama kamu?” akhirnya aku bisa jujur. Hatiku menjadi
lega mengakui isi hatiku. Kini tinggal menunggu jawaban dari Ridwan.
“Aku diberitahu Salsia.”
“Salsia lagi, Salsia lagi … Dia itu memang
biang keladinya.” Pikirku dalam hati. “Bagaimana ceritanya Salsia bisa
memberitahu itu semua Wan?”
“Hari minggu kemarin aku ketemu dia. Aku
ngobrol lama banget sama dia. sampai-sampai kami ngomongin kamu. Kata Salsia
kamu suka sama aku. Dibukumu juga ada namaku.”
Wah, aku jadi malu dan GR nih mendengar
kata-kata Ridwan barusan.
“Kenapa kamu tidak ngaku saja sama aku. Kenapa
kamu pendem dihati?” tanya Ridwan dengan nada mendesak.
“Karena aku tidak pantas mengakui isi hatiku
ini. Kamu kan cowok keren yang selalu dikagumi. Mungkin seluruh murid-murid SMA
Mulia Harapan Bangsa naksir sama kamu.”
“ya enggaklah kalau semua murid. Berarti
cowok-cowoknya juga naksir aku dong. Hehehe ….” Kata Ridwan sedikit bercanda.
“Lha memangnya kenapa kamu ngajakin aku ke
sini?” tanyaku merasa aneh.
“Karena aku ….”
“Karena aku apa?” aku mulai penasaran.
“Karena aku juga mau mengungkapkan isi hatiku
padamu, Ananda.”
Deg.
Jantungku berdegup.
“Nan, aku juga sudah lama memendam perasaan
ini. Aku diam-diam juga naksir kamu Nan.” Kata Ridwan dengan tatapan serius.
“Apa bener Wan?” Hatiku begitu gembira.
Bertepatan pada hari ulang tahunku, aku mendapat kejutan yang tidak
disangka-sangka.
“Benar Nan … yang mengirim bunga dan puisi
lewat pos adalah aku.”
Terkuak sudahlah. Ternyata Ridwan yang
mengirim bunga itu. Tapi tidak disangka-sangka juga. Bukan Alan, bukan Dion,
dan bukan Adam, tak tahunya Ridwan. Cowok yang sudah lama aku taksir. Tanpa terduga
juga, Ridwan ternyata juga naksir sama aku.
“Ternyata kamu juga pandai bikin puisi ya?”
tanyaku.
“Tidak juga, aku cuma sering baca-baca buku
saja. jadi sedikit bisa. Dion lebih pintar dariku. Lagian membuat puisi juga
tergantung suasana hati kan. Seseorang yang tidak pandai membuat puisi bisa
pintar membuat puisi karena sedang jatuh cinta. Atau sedang kesepian.”
Aku cuma manggut-manggut.
“Terus gimana Wan?” kemudian aku bertanya pada
Ridwan.
“Gimana apanya?”
“Kita kan ternyata saling suka, terus hubungan
kita bagaimana?”
“Ya kita pendekatan dulu. Pada awalnya kan
kita cuma saling menaksir. Mulai sekarang kita harus lebih dekat dan dekat.
Lalu … Insya Allah jadian. Hehehe.”
Aku pun setuju dengan apa yang dikatakan
Ridwan. Hatiku begitu berbunga-bunga. sudah lama aku mulai kenal dekat dengan
Ridwan. Kami akhirnya jadian. Aku makin cinta dengan Ridwan, begitu juga dengan
Ridwan yang mencintaiku dengan tulus. Aku berharap hubunganku sama Ridwan
sampai nikah. Amiiiin ….
Ternyata Ridwanlah cinta sejatiku. Bukan tiga
cowok mister X, eh misterius. Hehehe ….
http://egarnoorwira.blogspot.com/2013/12/cerpen-tiga-cowok-misterius.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar