Umi Farida Blog

Selamat datang di blog ku

Rabu, 29 Oktober 2014

Cerpen Tiga Cowok Misterius

Hatiku berdebar-debar semenjak aku pindah sekolah. Namanya SMA Mulia Harapan Bangsa. Aku terpaksa pindah sekolah, karena dekat dengan rumahku yang baru. Baru satu bulan aku belajar di sekolah baruku. Selama satu bulan itu hal yang paling berkesan untukku adalah perayaan ulang tahun temanku yang bernama Salsia. Teman-temanku melempari Salsia dengan air yang dimasukkan ke plastik. Ketika giliranku melempari Salsia, tanpa sengaja lemparanku mengenai dadanya. Salsia marah. Tapi bukan marah karena terkena dadanya. Dia marah karena foto pacarnya yang ia simpan disaku bajunya basah dan rusak. Anak-anak SMA Mulia Harapan Bangsa banyak yang baik. Cowoknya pun ada yang ganteng, namanya Ridwan. Aku diam-diam naksir sama itu cowok. Tapi … yang aku tidak suka, ada yang meneror aku. Entah siapa itu orangnya?
“Ananda, maksudmu kamu diteror gimana?” tanya mamaku ketika kami duduk di ruang tamu. Hari minggu yang cerah aku bercengkerama dengan mamaku.
“Aku sering dikirimi surat cinta Ma ….” Jawabku.
“Lho, itu namanya bukan diteror?! Kamu harusnya bangga dan bersyukur ada yang mengirimi kamu surat cinta.”
“Hiya, aku tahu Ma. Tapi seseorang yang mengirimi surat itu misterius banget. Aku tidak tahu siapa yang mengirimi surat itu. Tiba-tiba surat itu sudah ada ditasku. Pernah juga ditaruh dilaci meja.”
“Memangnya sudah berapa kali kamu dikirimi surat?”
“Tiga kali. Makannya aku sebel Ma. Kalau ada yang mencintai aku langsung saja bilang. Tidak usah bikin aku puyeng gini.”
“Ya sudah, tidak usah terlalu dipikir. Kamu sudah kelas dua SMA, banyak belajar.”
Mamaku selalu bilang seperti itu, jika aku memikirkan sesuatu yang menurutnya tidak penting. Aku anak bungsu. Kakakku yang pertama laki-laki, dia tinggal bersama istrinya. Mereka belum lama menikah. Lalu kakakku yang kedua perempuan, dia kuliah. Sebenarnya aku kepingin curhat dengan kakakku yang kedua. Tapi dia selalu sibuk. Aku kalau cerita seringnya sama mamaku.
Hari senin sudah tiba, aku berangkat ke sekolah. Aku selalu disindir teman-temanku soal kekayaanku. Aku selalu diantar sopirku dengan mobil ketika berangkat dan pulang sekolah. Tapi aku tidak pernah sombong dengan kekayaanku ini. Karena semua ini hanya pemberian Tuhan. Dan aku wajib bersyukur.
Lagi-lagi ada surat misterius. Surat itu ditaruh dibangku sekolahku. Saat istirahat, aku ngobrol dengan sahabatku di taman sekolah. Sahabatku itu namanya Salsia.
“Sal … siapa ya, yang selalu mengirim aku surat? Aku jadi penasaran.”
“Kita cari saja orang itu.”
“Caranya gimana Sal?”
“Kita teliti saja dari suratnya. Kamu bawa kan suratnya? Coba aku lihat.”
Ananda memberikan keempat surat itu pada Salsia. Dengan serius mereka berdua membaca isi surat itu lagi.
Isi surat pertama:
Bidadari baru di ambang hatiku. Kulihat wajahmu bagai mentari berkilau menyinari tubuhku. Senyummu seperti putri jelita. Perilaku dan tingkahmu membuatku berbunga-bunga. Aku akan selalu melihatmu meskipun kau tak melihatku. Semenjak kau ada di sekolahan ini, aku selalu membayangkan dirimu. Dan berharap kaulah cinta pertama dan terakhirku …. Dari : seseorang yang selalu mengagumimu.
“Nan, kita teliti dari surat yang pertama dulu. Dilihat dari kata-katanya, dia pandai merayu, puitis, dan orang ini tentunya cowok. Di kelas kita, siapa yang pandai merayu dan pintar menulis puisi?”
Sejenak aku berpikir, lalu aku bisa menebak siapa cowok itu. “Aku tahu Sal! Mungkin Dion. Dia pandai menulis puisi. Tapi sepertinya dia tidak pandai merayu. Lalu siapa ya?” setelah aku pikir-pikir lagi, ternyata penulis surat itu bukan Dion. Dion cowok yang murah senyum. Orangnya berkulit putih dan sedikit gemuk.
“Dion jarang berbicara dengan kita. Jika kau lihat wajahnya  bagaimana ekspresinya?”
Aku berpikir lagi ketika Salsia bertanya. Aku mencoba mengingat-ingat kembali saat aku bertatap muka dengan Dion. Akhirnya aku bisa berkesimpulan. “Sepertinya bukan Dion deh. Dia jarang berbicara denganku. Lagian ekspresinya selalu tersenyum untuk semua orang. Di surat itu tertulis kata-kata “Aku akan selalu melihatmu meskipun kau tak melihatku.” Kemungkinan cowok itu berbeda kelas dengan kita.”
“Tapi Dion juga harus kita curigai. Karena yang pandai menulis puisi cuma dia. Jika orang itu berbeda kelas, siapa orang yang kamu curigai Nan?”
“Siapa Ya?” aku berpikir lagi. “Oo, hiya! Alan … dia patut dicurigai. Dia sudah dua kali menyapaku. Dan satu kali ngobrol sebentar denganku. Lagian kita juga belum tahu dia pandai menulis puisi atau tidak. Bisa saja dia bisa menulis puisi.”
“Kita baca surat yang kedua dulu saja.” kata Salsia singkat.
Isi surat yang kedua: 
Hari-berhari semakin berlalu. Sepertinya aku semakin dekat denganmu. Tapi kamu tidak menyadari keberadaanku. Aku semakin jatuh cinta padamu. Aku berjanji … dalam waktu dekat ini, aku akan hadir dan mengungkapkan debaran jantungku ini. Ananda Jelia Ayu. Nama panjangmu begitu beraroma seperti wajahmu yang juga lembut. Kamu memang anak yang jeli, elok bercahaya matanya dan juga Ayu. Namamu tidak beda dengan kilau dirimu. 
“Semakin dekat?!” Salsia tampak berpikir. “Kira-kira siapa cowok yang semakin dekat denganmu?”
“Sepertinya tidak ada.” Kataku.
“Coba kamu ingat-ingat, Alan pandai merayu tidak. Kamu pernah ngobrol kan dengannya.”
“Dia pernah bilang kalau aku cantik seperti artis. Tapi kata-kata itu tidak seperti apa yang tertulis disurat. Kalau disurat sedikit puitis gitu. Tapi kalau Alan cuma sederhana saja.”
“Walaupun sederhana dia kan juga bisa merayu. Bisa jadi Alan yang menulis suratnya. Lagian dia berbeda kelas dengan kita. Disurat itu katanya dia juga semakin mendekat. Dilihat  dari dua kali menyapa kamu, lalu mendekatimu dengan cara ngobrol satu kali denganmu, meskipun cuma sebentar. Tapi kita lihat surat yang ketiga dulu.”
Isi surat ketiga:
: - )
“Surat yang ketiga cuma simbol senyum ….” Salsia tampak kembali berpikir. Akupun juga berpikir.
 “Aku kembali menduga bahwa orang yang menulis surat ini Dion.” Kata Salsia
“Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?” tanyaku.
“Karena Dion suka senyum.”
“Belum tentu Sal. Kita lihat saja surat yang keempat. Surat ini surat yang terakhir.”
Isi surat keempat:
I LOVE YOU ….
“Surat keempat menguatkan perkiraanku, bahwa penulis surat ini adalah cowok gombal. Kira-kira siapa di kelas kita yang gombal Nan?”
“Mungkin Adam. Adam selain gombal juga preman di kelas kita. Terus siapa dong Sal, yang nulis surat ini. Aku tu sebel banget diteror terus kayak gini!”
“Menurut perkiraanku, di antara Dion, Alan, dan Adam. Mulai sekarang kita selidiki saja satu persatu tiga cowok itu.”
 Akhirnya kami berpendapat bahwa cowok yang dianggap misterius adalah Dion, Alan, dan Adam. Dion memang pandai menulis puisi. Dia juga murah senyum. Sedangkan Alan berbeda kelas denganku. Tapi dia yang pernah ngobrol denganku. Dia orangnya berkulit sawo matang. Sedikit kekar dan tinggi. Dia  cowok yang paling pandai bermain basket. Sedangkan Adam cowok yang gombal.  Dia suka menggoda teman-teman cewekku. Dia ugal-ugalan, sering bolos, dan sering pula dihukum guru. Siapa cowok yang suka meneror itu? Yang jelas akan aku selidiki bersama Salsia, sahabatku.
Hari senin berlalu sudah. Dihari selasa ini aku mulai melakukan penyelidikan. Aku bertanya dengan teman sekelas Alan. Namanya Susi. Di kelas Alan, yang aku kenal cuma Alan dan Susi.
Ketika istirahat aku menemui Susi.
“Sus ….”
“Ada apa Nan?”
“Aku mau tanya. Alan itu pandai menulis puisi tidak sih?”
“Memangnya kenapa tanya seperti itu?! Kamu suka ya, sama Alan?”
“Eh, jangan ngawur. Aku cuma pingin tahu saja.”
“Di kelasku tidak ada yang bisa menulis puisi. Kecuali guru bahasa indonesia. He he he ….”
Akhirnya aku pun tahu. Ternyata Alan tidak bisa menulis puisi. Entah kenapa aku jadi menduga bahwa cowok itu adalah Dion. Aku mulai belajar akrab dengan Dion. Tapi sifat dan sikap Dion biasa saja. Dia tidak terlihat tertarik denganku. Aku pun menyelidiki Adam. Adam selalu aku dekati. Eh, dianya malah GR. Mungkin juga bukan Adam. Aku bingung, siapa sebenarnya yang suka meneror aku. Sepertinya aku masih mempunyai harapan untuk menebak siapa orang itu. Karena aku menemukan surat baru lagi dimejaku. Aku bergegas membaca surat itu.
Isi surat:
Aku lama-lama kasihan denganmu. Aku akan mengaku siapa aku sebenarnya. Tunggulah disaat kamu ulang tahun nanti. Aku akan datang menemuimu …. Tanggal ulang tahunmu kebetulan bersamaan dengan acara makan malam bersama dirumah Salsia. Teman-temanmu pasti hadir diacara itu. Aku pun akan terlihat disitu.
Isi suratnya memang singkat. Tapi aku lega, karena ulang tahunku hanya tinggal dua hari lagi. Aku siap untuk menanti orang itu. Lalu akan aku jitak batok kepalanya. Dari isi suratnya aku yakin bahwa cowok itu sekelas denganku. Hari berikutnya aku juga dikirimi surat lagi tapi lewat pos. Surat itu disertai dengan bunga yang sangat indah. isi surat itu hanya puisi-puisi cinta yang berbau romantis. Lebih romantis dari puisi-puisi disurat sebelumnya.
Akhirnya hari yang aku tunggu sudah tiba. Aku sudah berada di rumah Salsia. Semua teman sekelasku juga sudah hadir. Aku makan bersama dengan teman-temanku. Setelah makan aku kepikiran, kenapa orang itu belum juga menghampiri aku dan mengakui perbuatannya.
“Sal, cowok yang suka meneror aku ternyata pembohong ya. Katanya mau mengakui perbuatannya dihari ulang tahunku ini. Kalau tahu kayak gini aku tadi tidak jadi kerumahmu. Mama sama papaku pasti merayakan ulang tahunku.”
“He he he ….” Salsia hanya mengomentari dengan senyuman aneh.
“Kok, malah senyam-senyum Sal?”
“Kamu kepingin tahu siapa orang yang menulis surat itu?! Dia memang mau mengakui sekarang kok.”
“Kamu kok tahu Sal?” tanyaku.
“Ya tahu aja … yang nulis surat itu aku kok.”
“Beneran Sal?”
“Ya benerlah.”
“Huh, dasaaaaar!” Salsia hampir saja aku cekik jika teman-temanku yang lain tidak menghalangi. Salsia malah cengar-cengir saja. Tidak merasa berdosa sama sekali.
“Kamu gila ya?! Malah ketawa. Aku kirain siapa yang neror aku. Tak tahunnya kamu Sal!”
“Ya sorry Nan ….”
“Kenapa kamu ngerjain aku?” aku marah-marah tak terkendali. Semua temanku belum ada yang pulang. Mereka melihat ke arahku semua, tapi aku tidak peduli.
“Sebenarnya aku cuma mau membalas perbuatanmu dulu.”
“Perbuatan apa?”
“Kamu pernah merusak foto pacarku kan.”
“Ya ampuuuuun … Cuma gara-gara itu. Kejem kamu Sal.”
Tiba-tiba Dion menghampiriku. Ia pun berkata.
“Maafkan aku juga Nan. Aku jadi ikut bersalah. Karena aku yang nulis puisi itu. Salsia sih, memaksaku agar mau menulis surat itu.”
Aku diam tak berkomentar. Aku jadi beteeee banget sama mereka.
Please  Nan … walaupun aku jahil, aku tetap sayang sama kamu kok.” Kata Salsia memelas.
Aku lama-lama kasihan sama Salsia. Betapa jahatnya diriku bila tidak segara memaafkan dan berteman lagi dengan mereka.
“Baiklah, aku maafkan. Tapi jangan diulang ya,” kataku. Salsia langsung memeluk erat tubuhku.
Setelah Salsia melepaskan pelukkannya, aku bertanya: “Terus kamu mengirim bunga dan puisi lewat pos kenapa?”
“Bunga?! Kalau yang itu aku tidak tahu Nan.”
Jantungku berdebar kencang. Lalu siapa pengirim bunga itu?
Adam tiba-tiba saja menghampiri aku.  Hatiku semakin berdebar. Jangan-jangan Adam nih pelaku yang berikutnya.
“Kenapa Nan? Wajahmu tampak pucat. Bukannya sekarang hari ulang tahunmu, seharusnya kamu tersenyum dan bahagia.” Kata Adam
Adam cuma mau berkata seperti itu. Dia tidak tahu masalahku, bukan Adam pelakunya.
“Kok diem Nan.”
“Cerewet banget sih kamu!” aku bentak cowok ugal-ugalan itu. Adam langsung melengos pergi.
“Apakah Alan pengirim bunga itu? Tapi dia tidak ada di sini. Dia berbeda kelas.” Pikirku dalam hati.
Tiba-tiba teman sekolahku yang bernama Ridwan menghampiriku. Dia cowok yang paling tampan di kelasku. Dia banyak disukai dan digemari banyak orang. Jujur, aku pun menggemarinya. Malahan aku tertarik dengannya. Mau apa Ridwan menghampiriku?
“Nan, ada yang ingin aku bicarakan kepadamu. Pulangnya aku antar saja ya?”
Aku langsung salah tingkah, Ridwan tanpa aku duga-duga berkata seperti itu.
“Cit cuiit ….” Teman-temanku menggodaku.
“Diterima aja ajakan Ridwan. Ini kan masih jam Tujuh. Siapa tahu kamu diajak ke mal atau ke tempat romantis.” Kata Salsia.
“Hiya deh ….” Kataku singkat.
Setelah berpamitan kepada Salsia, teman-temanku pulang. begitu juga denganku. Aku tidak menelepon sopirku, karena Ridwan beneran mau mengantarku dengan motor gedenya.
“Berhenti di taman itu sebentar ya Nan.”
Mau ngapain ni cowok ngajakin berhenti. Kalau macem-macem aku jitak.” Pikirku dalam hati.
“Kok diem Nan?! Kamu takut ya? tenang saja, aku cuma mau ngomong kok. Aku tidak mau macam-macam.”
“Hiya deh ….,” kataku singkat.
Walaupun malam hari, taman itu banyak dikunjungi orang. Terutama orang-orang yang sedang berpacaran. Kami duduk berdua di bawah pohon yang rindang setelah Ridwan memarkirkan motornya.
“Kamu mau ngomong apa Wan?” tanyaku.
“Jawab jujur ya. Kamu suka sama aku ya, Nan?”
Ridwan PD bener ngomong kayak gitu. Tapi kok dia bisa tahu kalau aku suka sama dia ya? Aku memang tidak mengungkapkan isi hatiku karena aku merasa tidak pantas berpacaran dengan Ridwan.
“Mmmm ….” Aku bingung mau jawab apa. Aku sangat gerogi.
“Jujur saja tidak apa-apa kok.”
“Kalau bener memang kenapa? Lagian kamu tahu darimana kalau aku suka sama kamu?” akhirnya aku bisa jujur. Hatiku menjadi lega mengakui isi hatiku. Kini tinggal menunggu jawaban dari Ridwan.
“Aku diberitahu Salsia.”
“Salsia lagi, Salsia lagi … Dia itu memang biang keladinya.” Pikirku dalam hati. “Bagaimana ceritanya Salsia bisa memberitahu itu semua Wan?”
“Hari minggu kemarin aku ketemu dia. Aku ngobrol lama banget sama dia. sampai-sampai kami ngomongin kamu. Kata Salsia kamu suka sama aku. Dibukumu juga ada namaku.”
Wah, aku jadi malu dan GR nih mendengar kata-kata Ridwan barusan.
“Kenapa kamu tidak ngaku saja sama aku. Kenapa kamu pendem dihati?” tanya Ridwan dengan nada mendesak.
“Karena aku tidak pantas mengakui isi hatiku ini. Kamu kan cowok keren yang selalu dikagumi. Mungkin seluruh murid-murid SMA Mulia Harapan Bangsa naksir sama kamu.”
“ya enggaklah kalau semua murid. Berarti cowok-cowoknya juga naksir aku dong. Hehehe ….” Kata Ridwan sedikit bercanda.
“Lha memangnya kenapa kamu ngajakin aku ke sini?” tanyaku merasa aneh.
“Karena aku ….”
“Karena aku apa?” aku mulai penasaran.
“Karena aku juga mau mengungkapkan isi hatiku padamu, Ananda.”
Deg. Jantungku berdegup.
“Nan, aku juga sudah lama memendam perasaan ini. Aku diam-diam juga naksir kamu Nan.” Kata Ridwan dengan tatapan serius.
“Apa bener Wan?” Hatiku begitu gembira. Bertepatan pada hari ulang tahunku, aku mendapat kejutan yang tidak disangka-sangka.
“Benar Nan … yang mengirim bunga dan puisi lewat pos adalah aku.”
Terkuak sudahlah. Ternyata Ridwan yang mengirim bunga itu. Tapi tidak disangka-sangka juga. Bukan Alan, bukan Dion, dan bukan Adam, tak tahunya Ridwan. Cowok yang sudah lama aku taksir. Tanpa terduga juga, Ridwan ternyata juga naksir sama aku.
“Ternyata kamu juga pandai bikin puisi ya?” tanyaku.
“Tidak juga, aku cuma sering baca-baca buku saja. jadi sedikit bisa. Dion lebih pintar dariku. Lagian membuat puisi juga tergantung suasana hati kan. Seseorang yang tidak pandai membuat puisi bisa pintar membuat puisi karena sedang jatuh cinta. Atau sedang kesepian.”
Aku cuma manggut-manggut.
“Terus gimana Wan?” kemudian aku bertanya pada Ridwan.
“Gimana apanya?”
“Kita kan ternyata saling suka, terus hubungan kita bagaimana?”
“Ya kita pendekatan dulu. Pada awalnya kan kita cuma saling menaksir. Mulai sekarang kita harus lebih dekat dan dekat. Lalu … Insya Allah jadian. Hehehe.”
Aku pun setuju dengan apa yang dikatakan Ridwan. Hatiku begitu berbunga-bunga. sudah lama aku mulai kenal dekat dengan Ridwan. Kami akhirnya jadian. Aku makin cinta dengan Ridwan, begitu juga dengan Ridwan yang mencintaiku dengan tulus. Aku berharap hubunganku sama Ridwan sampai nikah. Amiiiin ….
Ternyata Ridwanlah cinta sejatiku. Bukan tiga cowok mister X, eh misterius. Hehehe ….
sumber
http://egarnoorwira.blogspot.com/2013/12/cerpen-tiga-cowok-misterius.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar