Umi Farida Blog

Selamat datang di blog ku

Kamis, 30 Oktober 2014

Cerpen Mencari Kematian

 Konon, kematian adalah sesuatu yang masih tabu untuk diperbincangkan. Terlalu sulit untuk diceritakan dengan kata-kata. Selama kamu masih bernafas, dia akan mengintai jiwa-jiwa yang masih bernyawa. Tak ada yang pernah tahu kapan dia datang menjemput mereka, kalian, atau pun salah satu dari kita, dan entah dengan cara apa.

Kini hidupku sudah benar-benar hancur. Rusak. Tak berarti. Jika sudah begini, apa bedanya dengan memilih untuk mati? Menjadi bangkai. Busuk. Sama-sama tak ada artinya lagi.
Aku sudah tidak lagi dapat mengendalikan pikiranku. Satu hal yang terus berkecamuk dalam sel otakku: keinginan untuk segera mengakhiri hidup. Mati. Tiada. Bagiku, tak ada beda antara mati kemarin, hari ini, atau esok. Semua orang pasti akan mati. Hanya waktu dan jalan kematian saja yang membedakannya.
Aku ingin mati sekarang juga. Mengakhiri kekejaman dunia yang tak henti-hentinya merampas kebahagiaanku. Berbagai pilihan cara untuk mati berderet panjang dalam anganku. Aku hanya tinggal memilih, ingin mati dengan tragis atau mati yang tenang. Akan berlangsung cepat atau sebentar. Sakit atau tanpa rasa. Berbagai opsi menumpuk di kepalaku yang sepertinya sudah tidak waras lagi. Akhirnya aku memilih untuk mati dengan cepat. Tak peduli itu terasa sakit atau berakhir tragis, yang terpenting aku cepat meninggalkan dunia yang telah busuk.

* * *

Kini, aku tidur di atas rel kereta api. Dingin. Sudah ketiga kalinya aku mencoba bunuh diri. Pertama aku menceburkan diri dari atas jembatan. Aku pikir opsi pertama akan berhasil mengingat aku tak bisa berenang. Namun, ternyata aku masih saja menginjakkan kaki di bumi ini. Kedua, aku menghantamkan tubuhku ke tengah jalan tol yang padat kendaraan. Namun, kematian tak juga menjemputku. Semoga kali ini aku benar-benar tergilas kereta api.
Sudah lima jam berlalu. Tak ada kereta api yang melintas. Bodoh. Hanya membuang-buang waktu. Aku sudah frustasi. Mungkin aku akan meracik racun saja. Hanya dengan membeli lotion anti nyamuk, kapur barus, obat nyamuk cair, spirtus; lantas kemudian tinggal di campur. Tamatlah sudah riwayatku. Kematian yang sempurna!

* * *

Aku berjalan lunglai menyusuri jalanan kota yang masih sepi pada dini hari seperti ini. Belum ada toko atau warung yang buka sedini ini. Lampu jalan membias di udara. Sinar temaramnya membuat aku ingin segera mati.
Aku benar-benar tak tentu arah. Sebenarnya aku tidak begitu yakin ingin mati. Namun, aku juga sudah enggan mengecap pahitnya kehidupan yang semakin keras. Aku terjerat di antara dua buah kesemuan. Hidup atau mati.
Setelah beberapa jam aku berjalan, akhirnya aku kembali ke sebuah jembatan di atas sungai yang dulu menjadi tempat pertama aku mencoba bunuh diri. Aku terhenti sejenak. Banyak sekali orang yang berkerubun di sekitar situ. Tiap kali aku bertanya, tak ada satu pun yang menjawab, bahkan mereka tidak mempedulikan aku. Namun, orang-orang di sini ramai membicarkan tentang sebuah mayat yang tersangkut dekat sungai. Diduga korban tersebut bunuh diri. Tak ada identitas yang ditemukannya. Bau busuk tercium jelas dari sekitar mayat tersebut. Dan kamu harus tau apa yang aku lihat.
“Itu tubuhku. Itu wajahku. Itu mayatku!”
Aku behasil mati, tetapi mengapa aku masih saja berkeliaran di dunia ini?

Sumber http://melartholic.blogspot.com/2010/05/mencari-kematian.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar