Umi Farida Blog

Selamat datang di blog ku

Minggu, 25 Mei 2014

Cerpen : aku dan hujan

Dimuat di Majalah Teen edisi 147/2011. Ditulis saat masih berseragam SMA unyu-unyu :)

            Aku suka memandang hujan. Entah kenapa hujan memberikan efek ketenangan hati untukku. Mungkin setiap kali turun hujan memoriku tentang ‘si mahluk manis’ yang pernah aku temui kembali terkuak.

            Dia adalah Arga, cowok pendiam, keren, jago karate dan bermata sipit yang duduk di kelas XI IPA 3, besebelahan dengan kelasku. Aku mengenal Arga secara tak sengaja.

Waktu itu mendung sudah di ujung tanduk tinggal menunggu hembusan angin untuk menurunkan butiran-butiran air ke bumi. Aku baru selesai menyelesaikan proposal untuk salah satu acara organisasi yang aku ikuti sehingga tak sadar langit mulai menghitam. Aku nekat untuk tetap pulang karena takut kehabisan angkot dan benar saja tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Aku berlari mencari tempat berteduh, untunglah aku menemukan sebuak lapak yang sepertinya sudah tak terpakai lagi. Aku berteduh seraya mencoba mengeringkan bajuku yang telah basah kuyup.

Sepuluh menit, dua puluh menit, tiga puluh menit hujan belum juga reda. Kulihat seorang cowok belari kearahku. Baju dan celanya basah, bahkan tas yang ia gunakan untuk perlindungan terakhir juga tak luput dari guyuran hujan. Ia berdiri di sebelahku sambil mengibask-ngibaskan baju seragamnya. Sekali-sekali ia melihatku dan tersenyum.

“Aneh banget nih cowok,” gumamku dalam hati.

“Kita senasib ya?” tanyanya kepadaku.

Aku masih tak berani menatap wajahnya secara langsung dan aku hanya mengangguk sebagai tanda bahwa aku membenarkan pernyataannya.

“Tak usah takut begitu, aku tak akan mengganggumu kok,” mukaku langsung memerah mendengar perkataannya.

“Aku sangat senang memandang hujan, kau tau kenapa?”

Aku menggeleng.

“Karena hujan memiliki beribu misteri,”

Aku mengernyitkan dahi. Apa lagi maksudnya? Hujan mengandung misteri? Bukannya hujan itu mengandung air ya? Ada-ada saja ini cowok.

“Kau suka hujan?” tanyanya lagi.

“Nggaaak…aku benci hujan soalnya hujan tuh bikin semua aktivitasku terhambat, lihat aja sore ini seharunya aku sudah berada di rumah, makan dan nonton tv, tapi karena hujan turun aku masih disini terperangkap bersama cowok aneh,” aku menutup mulutku, tak sadar mengucapkan kalimat yang terakhir. Aku pikir pasti cowok itu siap menelanku bulat-bulat tapi yang kudengar hanya tawa renyahnya.

“Tak apa, pemikiran setiap orang berbeda, oh ya aku belum tahu namamu?tapi sepertinya kita seangkatan ya? Aku sering melihatmu di sekolah,” tanyanya.

“Namaku Amelia Rossana, panggil saja aku Ami,”

“Hmm..nice name..namaku Arga, Banyu Arga Laksana,”

“Oke juga,” balasku. Arga tersenyum dan memandangku. Matanya yang sipit lucu menggemaskan dan harus aku akui mulai detik itu aku mulai menyukainya. Arga telah membuatku terpesona kepadanya.

“Mau pulang bareng?” tawarnya.

Aku sedikit ragu.

“Sepertinya akan membutuhkan waktu lama jika kita terus menunggu sampai hujan reda,”

“Jadi hujan-hujanan?” tanyaku.

Arga mengangguk penuh keyakinan.

“Ayolah nikmati air hujan ini!” Arga berlari ke tengah jalan, menari-nari seperti layaknya anak kecil yang baru dibelikan mainan.

“Hei! aku ikut!” dan Arga menggandeng tanganku.

Sejak pertemuan itu aku dan Arga berteman akrab. Arga ternyata pribadi yang baik, enak diajak curhat, lucu dan yang paling aku suka darinya adalah sikapnya yang penuh perhatian. Seringkali akhir pekanku aku habiskan bersama Arga hanya sekedar untuk jalan-jalan ke PIM atau pesta barbeque bareng di kebun rumah Arga yang luas.

Kedekatan kami ternyata mendapat sorotan dari teman-teman di sekolah. Arga yang notabene cowok idola cewek-cewek di kelasnya sering menjadi bahan pembicaraan. Mau tak mau aku terkena gosip memiliki hubungan lebih dari sekedar teman a.k.a pacaran dengan cowok bermata sipit itu. Awalnya kami adem ayem menghadapi gosip yang ngga bener itu tapi lama kelamaan telinga ini rasanya panas juga karena setiap aku dan Arga duduk bareng, ledekan demi ledekan mulai menerpa kami, mulai dari siulan, tepuk tangan sampai celetukan-celetukan yang ngga jelas. Teman-teman cowok Arga juga sering meninggalkan kami berdua di bangku taman sekolah. Hanya berdua, dan itu rasanya aneh banget.

“Minggu ini kita mau jalan kemana?” tanyaku pada Lina, Disa,Erindan Agil keempat teman dekatku. Setiap akhir pekan sebelum aku dekat sama Arga kami berlima sering hang-out bareng.

“Lho bukannya kamu udah dibooking tuh sama si Arga,” celetuk Disa.

Aku nyengir, “Maaf deh kalau kahir-akhir ini aku jarang banget hang-out bareng kalian, tapi minggu ini aku janji deh bakal hang-out bareng lagi,”

“Jadi selama ini setiap weekend kamu kencan ya sama Arga?” pertanyaanErinkembali mengusikku.

Kupandangi wajah-wajah penuh tanya keempat sahabatku.

“Tentu saja tidak! We’re just friend,”

“Kalau jadian bilang-bilang dong kita juga pengen ngerayain kebahagiaan kamu jugakan?” Lina mengerling nakal kepadaku.

Aku rasa mukaku memerah.

“Cie……….. ada yang lagi jatuh cinta nih,” ledek Lina lagi. Kucubit lengan Lina. Malu banget rasanya.

“Emm..kalian pasti takut aku bakal lupa sama kalian ya?” tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Tentu saja, kamukantemen kita yang paling baik,” pernyataanErinsepertinya tak dapat dipercaya. Huh ada yang berubah dengan sahabat-sahabatku, terutama dengan Agil dari tadi ia hanya diam tak melontarkan komentar apa-apa. Apa dia masih sangsi kalau aku ngga jadian sama Arga?

“Kamu itu cewek beruntung bisa deket sama Arga,” kata Disa disela-sela pelajaran Biologi.

“Kenapa?” tanyaku penasaran.

“Karena dari kelas X Agil udah suka sama Arga,”

Deeg jawaban Disa membuat hatiku bergetar.

“Apa yang lain juga tahu kalau Agil suka sama Arga?” tanyaku penuh selidik.

Disa menggeleng, “Cuma aku danErin,”

Kenapa aku tak tahu perasaan sahabatku sendiri? Ah kasihan Agil ia telah salah paham dengan semua ini.

“Kamu kenapa sih dari tadi siang bengong melulu?” tanya Arga seraya memberikan sekaleng es kopi saat kami tengah menunggu pemutaran film Harry Potter 6.

“Lagi sakit ya? atau lagi ada tamu bulanan?” tanyanya lagi.

“Biasanya cewek sensi kalau lagi ada tamunya datang,”

Aku menggeleng. Arga mengelus kepalaku lembut. Ah, nyaman sekali jika didekat Arga. Sepertinya aku ingin memilikimu Ga! Tapi apakah aku bisa menaklukan hatimu? Menaklukan hati Agil agar rela mengizinkan aku untuk bersamamu? Aku sebenarnya benci berada di posisi seperti ini, posisi yang menyebalkan karena harus berbagi perasaan cinta dengan sahabat sendiri.

“Ga kau tahu apa yang akan terjadi besok? Saat teman-teman tahu kalau kita nonton berdua, just you and me? Pasti gosip tentang kita berdua akan heboh,”

Arga memandangku.

“Jangan liatin aku kayak gitu!” protesku.

“Kenapa?” tanyanya dengan muka innocent andalannya.

“Malu tahu…,”

Arga terkekeh.

“Aku suka dengan semua ini,” ucapnya kemudian.

“Apa maksudmu?” tanyaku bingung.

“Kalau bisa aku akan minta Farah memasukan nama kita di mading sekolah untuk jadi sweet couple of the week, pasti serukan? hehehe…,” Arga tertawa.

“Dasar bercanda melulu…,” Aku mengacak-acak rambut Arga.

“Tapi dengan semua ini kita jadi tambah deketkan?” ucap Arga lirih, ia kembali memandangku membuat aku salah tingkah.

“Eh filmnya udah mulai tuh!” Aku beranjak dari tempatku duduk mencoba menghilangkan suasana yang semakin aneh ini. Perasaanku berkecamuk. Ngga jelas.

Arga menarik tanganku pelan.

“Aku menyukaimu Mi!” tepat di depan mataku ia mengucapkan kalimat itu. Tanpa memberiku kesempatan untuk menjawab, Arga menarik tanganku masuk ke dalam bioskop.

Aku memandang wajah Arga. Jantungku berdegup kencang, dan yang paling aku benci di saat-saat seperti ini otak dan saraf lidahku tak bisa bekerja sama secara maksimal dan hasilnya aku hanya bisa diam menanggapi pernyataan Arga.

Aku tak pernah menyangka hari itu adalah hari terakhir aku bertemu langsung dengan Arga. Kalimat ‘Aku menyukaimu mi’ yang dilontarkan Arga juga adalah kalimat terakhir yang ia ucapkan langsung kepadaku.

Aku sungguh menyesali sikapku yang hanya bisa diam saat Arga mngucapkan kalimat paing manis itu. Keesokan harinya Arga mengirimku e-mail.

to               : amimucute@gmail.com

from          : argaitu_sangatcakep@yahoo.com

subject       : maafin aku

Hai apa kabar Ami? Setelah sore itu aku benar-benar tak bisa tidur karena terlalu memikirkan apa yang telah aku katakan kepadamu, apakah kamu juga merasa demikian? Jujur aku benar-benar malu sama kamu. Aku mungkin cowok paling konyol yang pernah kamu temui. Tapi aku benar-benar menyukaimu.

Maafin aku ya karena aku tak bisa berpamitan langsung denganmu. Malam itu setelah kita pulang nonton, papa langsung memintaku untuk mengemasi pakaian dan seluruh barang-barangku. Ternyata neneku yang ada diMelbournesakit keras dan kami sekeluarga harus pergi menjenguknya. Karena keadaan itulah papa menyuruhku untuk menyelesaikan belajarku di Melbourne. Aku akan tinggal disana selama tiga tahun. Aku tak akan pernah melupkan semua kebaikan yang telah kau berikan kepadaku. Memiliki teman sepertimu adalah anugerah terindah dalam hidupku.

                                                                                                regard,

                                                                                                Arga

p.s: I.L.O.V.E.Y.O.U

      maukah kau menungguku tiga tahun lagi?

Hujan di luar belum juga reda. Butiran-butiran air hujan mengalir membasahi kaca tepat di depan kursiku. Café yang aku masuki cukup sepi. Ku habiskan cappucino late dalam dua kali teguk. Dingin….

Sambil meng-update blogku aku iseng membuka emailku. Aku kembali teringat dengan e-mail seminggu yang lalu itu.

To        : amimucute@gmail.com

From    : argaitu_sangatcakep@yahoo.com

               (no subjcet)

Temui aku di coffee shop Kemang Raya at 03.00 p.m

With love,

Arga

Apa pun yang aku lakukan untuk menghapus memoriku tentang ‘si mata sipit’ itu malah menjadi bumerang bagiku untuk terus mengingat saat-saat manis bersamanya. Aku juga telah berkali-kali mencoba mencari tambatan hati lain tapi aku tetap tak bisa melupakannya. Aku tak seperti Agil yang begitu saja melupakan Arga ketika tahu Arga telah pindah keMelbourne. Ia seperti tak pernah mengenal Arga, langsung saja pedekate dengan beberapa cowok-cowok cakep di sekolah. Jadi buat apa dulu aku memikirkan hati Agil? Buat apa aku hanya terdiam saat Arga mengucapkan kalimat paling manis itu?

“Aku menyukaimu Mi, dan sampai sekarang masih menyukaimu,”

Aku menoleh mendengar kata-kata itu, dan ‘si mata sipit’ itu telah berdiri di belakangku. Ia membawa seikat bunga mewar merah bertuliskan ‘I love Ami’

“Jadi apa jawabanmu?” tanyanya.

“Untuk apa?” tanyaku masih terpana dengan penampilan Arga yang terlihat lebih dewasa dan lebih keren.

“Untuk kalimat paling manis itu,” Arga tersenyum lebar.

Aku tahu ia menyembunyikan kecemasan luar biasa dari perkataannya.

“Tunggu, bagaimana kau tahu…,” aku bingung kenapa Arga bisa tahu tentang ‘kalimat paling manis’ itu?

“Dari postingan blogmu, kau tak menyadari aku menjadi salah satu teman di blogmu dan setiap hari kau menulis bahwa kamu masih menunggu cowok yang pernah mengucapkan kalimat paling manis itu,”

Aku terdiam tak menyangka selama ini Arga telah membaca puluhan curhatku.

“Jadi menurutku tiga tahun adalah waktu yang lama untuk memikirkan jawaban dari kalimat itu” ucap Arga lagi.

“Sebenarnya aku lebih suka seperti ini Ga,” jawabku.

“Maksudmu?”

“Aku suka saat kau mengatakan kalimat paling manis itu, dan aku ingin kau mengatakan itu selalu untukku,” Arga tersenyum mendengar jawabanku. Ia lalu duduk di depanku kemudian meraih tanganku ke dalam genggamannya.

“Kau masih saja polos seperti dulu Mi, tentu saja aku akan melakukan itu sebanyak mungkin kau minta,”

“Oke kalau begitu lakukan sekarang!”

Arga memandangku.

“Aku menyukaimu Mi,”

Ah, kalimat itu terdengar lebih manis dari yang dulu.

“Untuk sekarang dan selamanya,” katanya sok puitus.

“Sampai kita putus,” ralatku.

Arga manyun, “Oke sampai kita putus karena maut yng memisahkan,” ia tertawa menampilkan deretan giginya yang putih bersih.

Aku mengacak-acak rambutnya, ia pun balas mengacak-acak rambutku.

“Tunggu! Aku belum pernah sekalipun mendengarmu mengatakan kalimat paling manis itu untukku,” ujar Arga

Ya ampun..Arga!

“Aku menyukaimu Ga!” dan kami tertawa bersama di tengah guyuran hujankotaJakarta. Ternyata hujan kembali membawa kami berdua dalam kebersamaan yang menyenangkan Aku sekarang sama seperti Arga.

Aku menyukai hujan untuk sekarang dan selamanya.

Selesai

sumber
http://destiniplestari.wordpress.com/2012/05/24/cerpen-aku-dan-hujan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar